Friday 16 October 2020

A Place to Run Away

Sepertinya kabur bukan hal yang sering saya lakukan dalam hidup saya, saya lebih ke tipe yang menghadapi apapun yang terjadi dengan segala konsekuensinya. Walaupun begitu, saya pernah kabur, dari kenyataan yang cukup pahit dan berakhir sakit, hahaha... 
Jadi ceritanya, beberapa tahun lalu cowok yang dekat sama saya mau nikah sama pacarnya, dia bilang waktu itu katanya galau mau undang saya atau ga ke pernikahannya, di satu sisi dia ingin lihat saya tapi katanya di sisi lain dia mikirin perasaan saya, apakah saya kuat melihat dia menikah, pokoknya taik banget lah. Oleh karena itu saya kabur selama beberapa hari untuk menghindari acara tersebut dan mencari alibi kenapa ga datang, pulang dari kabur saya sakit dan semua teman saya cuma ngetawain saya karena kejadian itu.
Menurut saya kabur itu bukan cuma melarikan diri dari sebuah tempat ke tempat lain, tapi juga bisa dari satu hal ke hal lain, sedangkan menurut KBBI sih kabur2/ka·bur/ v 1 berlari cepat-cepat; melarikan diri: 2 ki meninggalkan tugas (pekerjaan, keluarga, dan sebagainya) tanpa pamit; menghilang. Melarikan diri atau kabur, bagi saya itu bisa berarti beneran lari dari sebuah tempat, situasi atau dari sebuah pikiran yang sedang kusut. 
Kalau kita bicara soal tempat untuk kabur, tentu saja tempat yang sepi adalah pilihan semua orang yang ingin melarikan diri dari masalah, tapi mungkin saya akan lebih memilih pantai, di mana saya bisa mendengar suara deburan ombak yang menenangkan pikiran saya, atau saya bisa pergi ke salon untuk sekadar menikmati pijatan dari ujung kepala hingga ujung kaki, pergi ke coffee shop sambil mendengarkan musik dan baca buku, menonton film sendiri, atau bisa jadi pergi ke karoke dan bernyanyi sesuka hati mengeluarkan emosi. Tapi ya karena dalam kondisi pandemi sekarang ini, saat saya benar-benar menghindari untuk pergi ke luar dan bertemu orang-orang, pelarian saya adalah dengan binge watching Netflix, atau nyanyi teriak-teriak, atau baca buku, atau luluran, atau tidur atau meditasi, kadang juga si yang lain, hehehe...
Saat kita sedang dalam pelarian, kita harus pandai menentukan untuk membawa teman atau sendiri dalam perjalanan, pun saat menjadi teman dalam sebuah pelarian seseorang. Saya pernah menjadi teman pelarian seseorang yang baru bercerai, seseorang yang baru putus, sampai seseorang yang dilangkahi menikah. Saya beneran harus bisa menempatkan diri, karena sebagai orang yang overthinking, saya tahu rasanya dan biar saya ulangi lagi, masalah atau hal itu akan selalu ada di sana, melarikan diri hanyalah sebuah distraksi, bukan solusi.


Semoga kita semua menjadi manusia yang berani menghadapi kenyataan sehingga tidak perlu mencari sebuah pelarian, atau menjadi pelarian.




Namaste

No comments: