Thursday 29 March 2018

Masih ada satu?

Lagu itu terus berputar di kepalanya,
Setiap liriknya dicerna kata per kata,
Suaranya menyerap hangat terasa erat,
Seperti sebuah pelukan saat kedinginan,
Seperti bagian luar mug yang dipegangi bila dituangi kopi.

Semakin sering suaranya didengar,
Khayalannya semakin liar menjalar,
Hatinya membuncah seolah akan pecah,
Kupu - kupu berterbangan di perutnya meninggalkan geli dan senyum untuknya sendiri.

Suaranya menemani di setiap perjalanan,
Terdengar di sela - sela lamunan, di antara percakapan, atau samar - samar di balik permainan.

Digilainya pemilik suara itu,
Dipujanya sosok yang pernah dibuatnya saling menatap,
Diikutinya jejak kegiatan hariannya.
Kalau saja belum ada cincin di jarinya,
Dan belum ada bayi menggunakan nama belakangnya

Masih adakah satu?
Seorang seperti itu?

Wednesday 28 March 2018

Debu Abu

Rabu abu tahun lalu,
Ketika kamu menyampaikan doa dalam sendu,
Ketika kamu mengimani dan mencoba menahan nafsu,
Ketika kamu berada di titik terendah hidupmu dan aku dalam bayang semu.

Rabu abu tahun ini,
Sungguh aku tak peduli,
Kamu pernah membuatku hanyut tak bertepi,
Kini aku sibuk mengejar mimpi,
Dan bila pun kau mati atau hidup lebih lama lagi,
Kuharap damai menyertai.

Saturday 24 March 2018

Ada Aku dan Dia

Ada dia,
Ketika aku butuh, ketika aku ingin, ketika aku bisa.
Ada aku,
Ketika dia ada, ketika dia dekat, ketika dia sempat.
Dengan secangkir kopi hangat dan tatapan lekat,
Dengan senyum terkulum dan jari terpaut erat,
Dan obrolan panjang tentang hidup dan cita - cita dan mimpi dan berkeluarga.

Ada kalanya sebuah ide terlintas,
Aku mau berkata ya,
Ada kalanya hasil pemikiran pelik memberi pilihan,
Apakah aku mau berkorban untuk apa yang aku idamkan.

Ada dia,
Dalam hujan, dalam sepi, dalam mimpi,
Ada aku,
Dalam panas, dalam ramai, dalam sesak,
Dengan semua perbedaan dan keterbatasan,
Dengan rasa yang nyala tenggelam dalam keraguan,
Dan hadirnya yang kadang di luar perkiraan.

Aku dan dia,
Tak akan utuh, tak akan penuh.
Dia bertanya, aku menjawab,
Dalam waktu yang tidak tepat,
Aku yang masih mencari, dia yang masih terkunci.

Aku pergi tanpa menengok lagi,
Dia pamit dan itu tidaklah sulit.
Aku masih harus menyongsong mimpi,
Melihat matahari esok pagi.
Dan dia harus mengejar fajar,
Untuk mendengar sebuah kabar.

Sunday 11 March 2018

Gadis kecilku

Pukul 3 dini hari, di mana udara sedang dalam puncak terdingin, dia melihat gadis kecilnya tertidur di lantai rumah sakit hanya beralaskan selimut tipis. Gadis kecil kesayangannya telah menjelma menjadi seorang wanita dewasa, kuat  dan mandiri.
Anak gadisnya tidak cuma satu, dia mencintai semuanya dengan cara yang berbeda. Si gadis sulung dijaganya dalam bekerja, dibimbingnya di bisnis yang sama. Gadis nomor dua dibiarkannya berkelana karena dia percaya, dan gadis ketiganya yang penuh tawa, penuh perhatian dan kelembutannya bagaikan pelita.
Banyak selang membatasi geraknya, setiap gerakan tubuhnya memancarkan kekhawatiran dari semua anak gadisnya. Dia tak tahu apa sakitnya, kantuknya tak pernah tiba, terjaga pun penuh tanda tanya, dalam hati dia hanya bisa berdoa.
Gadis kecil pengelananya kembali, ia rela menghabiskan berjam-jam di jalan hanya untuk menjaganya tanpa cela.
Baginya, walaupun terlihat seperti wanita dewasa, ia tetaplah gadis kecilnya, yang diam-diam dia pernah mendengarnya terisak di kursi di samping ranjang rumah sakit, sekelibat terlihat rapuh, tapi kemudian ia bangkit dan tersenyum sambil bertanya "Bapak haus? Sebelah mana yang gatal, sini aku bantu garuk".