Tuesday 31 December 2019

Semesta Di Hari Terakhir Tahun 2019

"Just amazed by how the universe works.
I either got blessed or just fucked, but still, it amazed me."

Sesuatu baru saja terjadi yang membuat saya terkaget dan kagum bagaimana semesta bekerja, begitu cepat, terasa sangat nyata dan saya hanya bisa menganga. Menyadarkan saya ternyata kita tidak bisa mengindahkan hati kecil kita, di mana intuisi berkata tidak. Sejak awal saya agak sangsi dengan hal ini, saya tidak yakin dengan beberapa hal tetapi tetap saya coba hingga titik akhir. 
Peristiwa yang membuat mata saya terbuka lebih lebar dan semakin merasa kecil akan kuasa semesta, bila sesuatu memang ditakdirkan bukan untuk kita hal itu tidak akan pernah menjadi milik kita. Sebuah kejadian yang cukup besar di akhir tahun, tepat di hari terakhir. 

Dan dalam rangka menutup tahun 2019 ini, saya ingin bersyukur untuk apa yang telah saya dapatkan dan segala pelajaran di tahun ini. Bukan tahun terbaik, tetapi saya tetap menikmatinya dan bertahan dalam arusnya. Ada banyak tawa tapi juga tidak sedikit saya meneteskan air mata yang kemudian menghela napas dan membuat saya berkata "Ya namanya juga hidup". Ada banyak pengalaman pertama tapi juga saya tidak bosan melakukan hal-hal yang saya suka. 

Saya berdoa, semoga tahun yang akan datang akan menjadi tahun yang lebih baik untuk kita semua dalam segala hal. Membuat kita menjadi manusia yang lebih baik pada sesama, mencintai lingkungan dan bumi tempat kita tinggal, semakin dekat dengan Tuhan dan semesta dan menemukan tujuan hidup kita di dunia ini. 
Tahun depan banyak hal-hal baru yang ingin saya lakukan, sebagian besar orang mengatakan target atau resolusi. Tidak masalah kita menyebutnya apa selama kita tetap konsisten berusaha melakukan apa yang kita inginkan, mengejar mimpi kita dan meraihnya. Semoga kita menjadi manusia yang percaya akan proses yang semesta berikan, karena dari sebuah proseslah kita belajar.

Terima kasih 2019 dan Selamat datang 2020, besok kita akan berjumpa.


Cheers,


P.s: What you gonna do on New Year Eve?

Thursday 12 December 2019

I Miss You - Beyonce

I thought that things like this get better with time
But I still need you, why is that?
You're the only image in my mind
So I still see you around

I miss you, like everyday
Wanna be with you, but you're away
Said I miss you, missing you insane
But if I got with you, could it feel the same

Words don't ever seem to come out right
But I still mean them, why is that?
It hurts my pride to tell you how I feel
But I still need to, why is that?

I miss you, like everyday
Wanna be with you, but you're away
I said I miss you, missing you insane
But if I got with you, could it feel the same

It don't matter who you are
It's so simple, feel it
But it's everything no matter who you love
It is so simple, feel it
But it's everything

I miss you, like everyday
Wanna be with you, but you're away
I said I miss you, missing you insane
But if I got with you, could it feel the same

It don't matter who you are
It's so simple, feel it
But it's everything no matter who you love
It is so simple, feel it
But it's everything


P.s: Am I losing you again?

Friday 1 November 2019

It's All About Choices

Sebetulnya sudah beberapa hari ini saya berniat untuk menulis, ide sudah ada di kepala dan menggantung di depan mata, tinggal dipetik, gitu katanya. Tapi ternyata, distraksi itu lebih kuat sampai akhirnya lupa atau keburu ngantuk atau ada hal yang harus saya lakukan yang tidak di depan laptop. 
Bicara mengenai pilihan, semakin ke sini saya merasakan saya semakin idealis. Ada nilai-nilai tertentu yang saya pegang yang mungkin bisa saja menurut orang lain berlebihan. Apa saya tanya orang lain mengenai hal ini untuk membandingkannya? Tentu saja tidak, saya cuma menyimpulkan sendiri bahwa nilai atau prinsip yang saya pegang ini seperti sebuah pernyataan sikap atas apa yang saya yakini baik.

Berbelit-belit ya? Ga apa-apa lah, toh saya menulisnya untuk kepuasan pribadi. I don't know if there are other people who read my blog and enjoy my writings. Jadi ceritanya karena status unemployed ini, after I've been interviewed in several places, every time I finished it, I always reflecting my self whether I really want to join with the company and do the business or not. Contohnya nih ya, I've been interviewed in a pharmaceutical startup then I got the insight that if I do the business and expand it, I will make people consume more on chemical drugs instead of making them healthy. Terus lagi di perusahaan furniture, I was thinking like how I can join and promote the campaign of living in minimalism if I'm working in a furniture company and asked people to buy more. Dan beberapa renungan lain yang berasal dari beberapa perusahaan.

Ribet ya? Entahlah, saya juga heran sama hati dan pikiran saya sendiri. Dari beberapa kejadian itu kemudian saya berkesimpulan, kalau cita-cita saya adalah ingin membantu orang lain, membantu masyarakat secara langsung dan terasa manfaatnya, selain saya menjadi guru yoga dan meditasi dan punya studio sendiri, saya bisa mencapainya dengan kerja di perusahaan yang sejenis social enterprises, atau yayasan apa gitu yang memang bisa berdampak langsung ke masyarakat atau komunitas tertentu yang dibantu.

Saya masih terus mencoba semua cara dan tidak menyerah, walaupun kadang saya juga butuh untuk ditepuk pundaknya dan dikuatkan. Karena ternyata dalam keadaan seperti sekarang ini, saya mulai sadar di mana titik lemah saya, ketika saya bisa langsung meleleh secara mental dan air mata. Ditoel sedikit aja udah ambyar kalau pakai bahasa fans nya Didi Kempot.

Jadi ya seperti yang saya bilang tadi, semuanya adalah pilihan dalam mencoba untuk meneruskan hidup ini, ya kan? Toh dalam soal pilihan ganda pun ada pilihan di mana semua jawaban benar, jadi mau coba yang mana pun selama menjalani dengan sebaik-baiknya, akan menghasilkan sesuatu yang baik juga.

Semoga kita semua menemukan nilai hidup kita dan memegangnya dengan penuh keyakinan dan demi kebaikan, baik itu diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara, dunia dan semesta.
Semoga kita semua sukses menjalani prosesnya dan menikmati hasilnya.



Cheers!

Wednesday 2 October 2019

Consciously Let The Wound Go

Pagi ini saya terbangun dari tidur dengan perasaan bingung. Bagaimana bisa saya memimpikan seseorang yang sudah lama tidak bertemu, tidak ada kontak sosial media atau kontak secara langsung bahkan saya tidak pernah mendengar kabar darinya. Didorong oleh rasa ingin tahu yang besar alias kepo, saya cek salah satu sosial medianya yang sudah lama tidak ada update. Menyusuri lini masanya dari waktu ke waktu, mengingat beberapa moment kami bersama, semakin membuat saya sadar bahwa ternyata peran saya tidak sebesar itu dalam hidupnya.
Jika memang ada luka di hati saya yang mungkin secara tidak sadar masih berbekas hingga sekarang, itu adalah sepenuhnya proyeksi, harapan, ekpektasi atau mungkin hanya imajinasi saya saja terhadap dirinya. Tidak pernah ada pernyataan, tidak pernah ada closure, yang dulu pernah ada hanya kabar angin berhembus kiri kanan, lirikan saat berpapasan, merasa nyaman dan saling mengandalkan di waktu yang tidak bersamaan, kemudian disusul sebuah undangan pernikahan.

Membaca lini masanya dan mengingat-ingat hal tersebut seperti meditasi untuk saya. Sebuah meditasi untuk menyembuhkan luka yang tidak saya sadari ternyata masih ada. Setelah beberapa tahun berlalu, hari ini saya melepaskan perasaan itu, perasaan yang ternyata meninggalkan luka dan dengan menyadarinya, merelakannya pergi, lukanya pun akan pergi dan sembuh.

Sebetulnya apa yang membuat saya tiba-tiba berbicara mengenai luka yang tanpa sadar ada dalam diri saya adalah karena saya sedang tertarik untuk menggali inner child emotions saya, ditambah lagi kemarin saya mendengar sebuah podcast yang membahas mengenai healthy relationship. Dengan mengetahui inner child emotions, saya bisa menyadari dari mana ketakutan dan trauma atau luka di hati saya berasal yang membentuk pribadi, emosi dan jiwa saya seperti sekarang.
Melalui sebuah prosesi meditasi, kita dapat mengetahui dari mana trauma itu muncul. Untuk kejadian saya ini, yang dipicu dari sebuah mimpi membuat saya semakin ingin menggali dan merelakan semua luka itu pergi. Mungkin untuk saat ini saya masih belum mundur jauh untuk menapaki jalur emosi saya, tapi ini adalah sebuah awal.

Semoga kita semua semakin sadar sepenuhnya akan diri kita masing-masing. Semoga kita semakin mendengar dan dapat berkomunikasi sepenuhnya dengan diri kita masing-masing. Pada tubuh, pada hati, pada emosi, pada jiwa dan pikiran.

Semoga kita semua hidup berkesadaran dan berbahagia,
Namaste.



Cheers!

Tuesday 3 September 2019

A Lightworker

Seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya mengenai masalah pekerjaan yang saya alami dan kemudian saya mengenal istilah dan ciri-ciri lightworker, saya mulai menyadari bahwa tujuan saya sekarang ini mulai berubah. Hal ini menimbulkan gesekan yang cukup serius dalam pekerjaan saya, lalu saya pikir kenapa tidak saya coba untuk melakukan beberapa tipe pekerjaan yang bisa dilakukan seorang lightworkers yang saya tertarik untuk mengerjakan dan mendalaminya dengan serius sekarang, walaupun mungkin satu diantaranya butuh waktu, biaya dan tekad yang benar-benar kuat. Saya tidak akan menyerah.

Kalau pertanyaan itu muncul, pertanyaan yang bilang kalau sudah sadar dan tertarik sejak lama, kenapa baru sekarang? Jawabannya sejak dulu saya melakukan beberapa, tapi hanya sekadar sebagai penikmat dan hobi, bukan menjadikannya sebagai pekerjaan. Contohnya saja saya sudah menulis blog ini sejak lama, tapi dengan sengaja blog ini saya buat agar tidak bisa dicari oleh mesin karena merasa saat itu belum perlu, karena blog ini sebagian hanya curahan hati berbentuk puisi atau narasi ga penting yang saya pikir buat apa orang tahu. Tapi kemudian sekarang ini saya pikir orang perlu tahu seperti apa tulisan saya agar orang yang membaca tahu kemampuan saya menulis atau tingkat kreativitas saya, ya walaupun tulisannya masih jauh dari kata bagus atau sempurna. 

Jadi mari kita mulai dengan serius untuk rajin menulis dan mencari project menulis agar ide dan kreativitas saya terus mengalir. Mari kita mulai agar saya bisa menjadi seseorang yang bisa membantu dan menolong orang dengan skill, bakat dan pengalaman yang saya miliki. Dan terlebih, mari kita mulai semua ini dengan jujur, karena apa yang bisa dipegang dari seorang manusia selain janjinya yang berupa kata-kata. 

Bila kalian para pembaca atau perusahaan kalian atau seseorang yang kalian kenal butuh seseorang yang bisa menuangkan pikiran seseorang menjadi tulisan, perlu artikel, review, menulis puisi atau quotes untuk kebutuhan promosi, dengan ini saya ga ragu buat bilang kalian bisa hubungi saya.


Semoga kita semua bisa mengoptimalkan bakat dan kemampuan kita dengan jujur, untuk menolong orang lain,
Cheers,

Monday 2 September 2019

Saya, Agama dan Bercanda

Dalam rangka merayakan Tahun Baru Islam kemarin, saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya. Bukan pengalaman spiritual, karena siapalah saya jika dibandingkan dengan ustadz dan ustadzah atau para saudara muslim yang sudah beramai-ramai "berhijrah". Ini hal yang saya alami, yang saya rasakan dari lingkungan terdekat saya, teman atau mungkin sahabat. 
Hampir semua teman perempuan saya berhijab, jika kami sedang berkumpul dan foto bersama, saya hanya akan jadi perempuan sendiri yang menunjukan rambutnya dan kulit tangannya. Hal itu beberapa kali menjadi candaan bagi teman-teman saya. Bercanda dengan makna yang beragam, bisa jadi mengingatkan, mengajak, menyindir atau mungkin ya memang betulan bercanda. 

Bila saya cerita candaan satu teman ke teman lainnya, kadang teman saya yang tidak terima dengan candaan tersebut dan mengatakan bahwa bila dia jadi saya dia akan sangat tersingung akan hal itu. Tapi lucunya, beberapa kali justru teman yang membela saya itu juga yang mempertanyakan ritual keagamaan saya, hehehe.

Candaan itu dimulai ketika gelombang tren perempuan berhijab dimulai dan saya tidak mengikuti trennya. Kemudian pada saat hari raya kebetulan saya posting foto saya mengenakan hijab dan seorang teman berkomentar "Alhamdulillah, sekarang kamu sudah Islam". Jika mau diambil serius, bisa saja saya tersinggung dan bertanya apa sebelumnya saya belum/bukan Islam karena tidak berhijab?. 
Kemudian masalah hijab lagi, saya juga kerap disindir dan dibandingkan dengan anak balita teman saya yang sudah dipakaikan hijab, katanya seolah bicara mewakili anaknya "Aku aja udah pake hijab tante, masa tante belum, tante ga malu?", begitulah kira-kira candaan lainnya.

Hal ini juga berlanjut ketika saya mulai rajin melakukan meditasi, beberapa teman bertanya apakah saya masih suka sholat atau tidak dan teman yang lainnya malah berasumsi bahwa saya lebih mengutamakan meditasi daripada sholat. 
Pertanyaan dan asumsi itu tidak menjadi masalah bagi saya, toh saya yang menjalaninya dan menurut saya, hubungan saya dengan Tuhan adalah hubungan pribadi yang tidak perlu orang tahu seberapa dekat atau seberapa kuat.

Karena sudah terbiasa dengan orang yang meragukan nilai agama saya di kehidupan sehari-hari, pernah suatu ketika saat sedang bersama dengan anak teman saya dan saya mengajarinya doa-doa pendek. Melihat ekspresinya ibunya yang sedikit kaget, meluncurlah kalimat sarkas dari mulut saya, saya bilang padanya untuk tidak kaget dan underestimate dengan ilmu agama saya.

Banyak hal sebetulnya yang terjadi karena orang menilai saya hanya dari "luar"nya saja, tak perlu lah saya jelaskan pada semua orang yang saya kenal seberapa dalam ilmu agama saya atau bagaimana saya mengimaninya. Bagi saya, dengan banyak membaca dan mengetahui ilmu agama lain, mata kita sebagai manusia dan umat beragama justru semakin terbuka lebar dan semakin sadar bahwa kita ini sangatlah kecil dan apa yang kita banggakan selama ini bukan apa-apa.

Semoga di tahun baru ini, kita semua menjadi manusia dan umat beragama yang lebih baik lagi. Yang memiliki rasa kemanusiaan, rasa toleransi, tolong memolong, menyebarkan kebaikan dan terbuka pada nalar dan ilmu pengetahuan. Semoga kita menjadi manusia yang bisa memilah mana yang baik dan buruk, dan menjadi manusia dan umat beragama yang cerdas.



Selamat Tahun Baru Islam 1441 H,
Cheers,

Wednesday 21 August 2019

Memanusiakan Manusia

Humaniora adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat atau mengangkat manusia menjadi lebih manusiawi dan berbudaya. (Wikipedia).

Dulu sekali, setiap hari Sabtu diawal semester kuliah D3 saya, saya dan teman seangkatan wajib untuk mengikuti kuliah umum bernama Humaniora, tidak ada jumlah SKS nya, tapi sertifikatnya merupakan salah satu syarat kelulusan. Apa yang dipikirkan seorang anak mahasiswa baru lulus SMA ketika harusnya libur, ini masih harus bangun pagi demi mendengarkan ceramah umum di sebuah aula besar? Tentu saja cuma datang absen lalu tidur di aula atau sibuk ngobrol dan gebet sana sini.

Tapi ternyata, mempelajari cara membuat dan memperlakukan manusia lebih manusiawi itu memang tidak mudah. Ga percaya? Di tahun 2019 ini saya mengalaminya, hehehe... sebuah pembedaan perlakuan, manusia yang memperlakukan seorang manusia dengan tidak berbudaya apalagi mempertimbangkan sisi psikologi, sosiologi dan logika. Apa sih ini ribet bener, intinya adalah ya saya diperlakukan hampir tidak manusiawi, dan perlakukan itu berdasarkan working performance, blah!

Dianggap tidak mampu melakukan suatu, tidak diundang ke sebuah acara dimana semua orang hadir padahal saya ada di sana, tidak diikutsertakan dalam sebuah meeting, tidak ditanggapi opininya ketika semua orang ditanya bagaimana komentarnya terhadap sebuah kasus, dan beberapa lainnya.

Apakah saya baper? Kalau sekali saja, mungkin bisa dikatakan baper, tapi kalau beberapa kali, bukan perasaan lagi yang berbicara tapi logika, ada yang salah dengan ini. Ya kan?

Jadi sudah seberapa manusiawi kamu memperlakukan seorang manusia?


Semoga semua manusia diperlakukan sebagaimana selayaknya manusia diperlakukan,
Cheers,





Monday 5 August 2019

Jakarta Gelap

Hari Minggu, tanggal 4 Agustus 2019, Jakarta padam total. Well, mungkin tidak sepenuhnya padam karena banyak gedung, hotel, pertokoan dan beberapa rumah masih terlihat terang karena punya sumber daya cadangan untuk listriknya.
Kebetulan hari Minggu ini saya bangun lebih siang dari biasanya karena merasa butuh tidur lebih banyak setelah kemarin malam menghadiri sebuah komedi festival. Waktu lagi asyik malas-malasan dan belum berniat untuk makan siang, dan kondisi hp yang baterainya udah mau habis, tiba-tiba mati lampu.

Saya pikir, ini akan menjadi mati lampu yang biasa saja karena beberapa kali terakhir ini daerah tempat saya tinggal suka kena pemadaman bergilir sekitar 10 - 30 menit. Karena saya pikir ini akan jadi mati lampu yang biasa saja, dengan tanpa ragu saya habiskan baterai saya dan stok cadangan di power bank untuk sekadar main sosial media dan nonton Youtube. Tapi kemudian saya dapat notifikasi dari salah satu grup di WhatsApp yang bilang kalau sinyal pun hilang, dan saat itu juga saya kehilangan dengan kontak dengan internet, hehehe...
Saya masih berpikiran positif kalau mati listrik ini hanya akan sebentar, maka saya putuskan untuk membaca. Ternyata, godaan untuk tidur lebih besar daripada buat baca dan saya menghabiskan siang mati lampu dengan tidur siang 3 babak, masing - masing babak berdurasi 1 jam dan mimpinya pun beragam. 

Sampai jam 6 sore dan lampu masih belum nyala dan saya belum makan seharian, akhirnya saya putuskan untuk keluar kamar dan melihat dunia. Walaupun gelap, ternyata warga sekitar masih dapat beraktivitas seperti biasanya, sebagian warga berkumpul dan ngobrol di luar, Indomart tutup dan ternyata di gang sebelah resepsi pernikahan masih tetap berlangsung dalam terangnya cahaya lampu yang seadanya.
Ketika saya makan, tiba - tiba terlintas dipikiran saya "loh ini kaya Nyepi ya" masa katanya saya yang ingin coba ikut Nyepi di Bali ga tahan dengan mati lampu di Jakarta ini. Akhirnya saya putuskan, baiklah mari kita coba ini seperti latihan untuk Nyepi dan kemudian merunut apa saya yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat Nyepi.

Tidak menyalakan api, gagal karena saya makan diterangi lilin.
Tidak boleh bekerja, saya ga kerja sih tapi baca buku dan merapikan folder foto dan email.
Tidak boleh bersenang - senang, saya gagal juga karena saya nonton video dan ikut bernyanyi.
Tidak bepergian, ini lebih gagal lagi karena pergi ke luar untuk beli makan.

Karena merasa gagal, saya pikir yasudah saya tuliskan ini di sebuah buku dulu untuk nanti kemudian disalin ke blog lalu saya meditasi. Begitu nulisnya sudah mau selesai, eh listriknya nyala. Langsung deh sibuk cari kabel dan charge semua yang bisa saya charge, kemudian cek kabar sana sini, sampai lupa katanya habis nulis mau meditasi.

Tapi setidaknya ada hikmah dari kejadian 8 jam mati listrik yang saya alami ini, dan memberi saya kesadaran, walaupun sedikit terlambat.

Apa yang kalian lakukan selama 8 jam mati listrik? Sudah tidur berapa babak?
Semoga kita semua dalam keadaan baik - baik saja dan selalu diberikan cahaya terang dalam hidup kita.


Cheers,



P.s: Ini cerita beneran saya tulis di buku dalam keadaan gelap,
nulisnya sambil meraba - raba lurus atau ga, hehehe...

Friday 26 July 2019

Cuma Kenal?

Menurut saya kalimat kenali diri sendiri itu ga cukup, kurang dalam, hehehe.. menurut saya pahami diri sendiri itu baru pas. Lebih dari kenal, tahu luar dalamnya, tahu sukanya apa, maunya apa, ya sama kayak hubungan kita dengan seseorang lah. Kalau cuma kenal, kita cuma tahu namanya dan tahu orangnya tapi tidak paham orangnya seperti apa luar dalamnya.

Kenapa tiba-tiba bahas perbedaan kenali dan pahami sih? Jadi ini ceritanya related dengan kondisi badan saya beberapa hari lalu. Setelah makan siang, perut saya kembung, kenyang dan begah sampai malam. Saya bertanya-tanya ini karena apa, merasa kenal dengan kondisi badan sendiri, saya mencoba berasumsi nasi shiratake yang saya makan adalah penyebabnya. Tapi ternyata ga hanya perut kembung yang jadinya malah melilit, saya juga diserang sakit kepala hebat dan demam yang lumayan tinggi. Merunut pada apa yang saya makan, yang saya rasa normal-normal aja seperti biasanya, saya tetap berpikir ini penyebab nasi tapi kemudian bisa aja ini penyebabnya adalah makanan basi yang tanpa sadar saya makan. Karena saya merasa masakan yang saya makan dengan nasi shiratake ini kurang fresh, tempenya baunya aneh, saya tahu bau tempe bosok, tapi ini beda.

Selama 2 hari saya ga bisa ngapa-ngapain, berdiri pusing, sakit kepala, gerak sambil rebahan aja perut rasanya sakit dan demam yang semakin menjadi apalagi kalau malam. Nah, makanya saya bilang kenal aja ga cukup, saya ngerasa saya kenal badan saya, tahu kalau perut saya suka kambuh asam lambungnya, tapi ini bukan asam lambung, saya twisting pun ga ngefek (biasanya untuk meredakan asam lambung saya melakukan gerakan yoga twisting ringan di kasur). Sebagai langkah untuk memahami tubuh sendiri, saya mengingat apa yang saya makan dari hari minggu yang mungkin saya tahu apa penyebabnya.

Tapi ya namanya juga memahami badan sendiri seperti memahami seseorang, butuh proses. Saya masih belum tahu apa penyebabnya tapi badan ini sudah sedikit lebih baik, kepala sudah jauh lebih ringan, demam sudah reda dan sakit perut frekuensinya sudah jauh lebih berkurang. Dan sepertinya saya harus mengurangi makanan pedas dan kopi untuk beberapa hari ini demi stabilitas perut saya, pencernaan saya baik-baik saja btw.

Kamu sendiri gimana? Sudah kenal dengan diri sendiri? Dengan badan sendiri? 
Sudah seberapa paham?


Semoga kita semua selalu sehat dan berbahagia,
Cheers,

Thursday 11 July 2019

Fresh Air

Kekhawatiran ini semakin tinggi buat saya, iya khawatir soal kualitas udara di Jakarta yang menurut data sudah jadi salah satu kota yang kualitas udaranya terburuk di dunia. Bikin parno ga sih? Selain kualitas udara yang buruk dari transportasi dan industri, ternyata masyarakat di kota yang katanya metropolitan ini masih aja ada loh yang bakar sampah. Saya masih ga habis pikir, kenapa sampah harus dibakar? Kenapa tidak dipilah kemudian diolah? Ah, sepertinya akan jadi panjang bahasannya karena ya memang masyarakatnya belum sesadar itu, atau juga pemerintahnya, atau juga industrinya atau juga atau juga.

Bicara soal kualitas udara, karena ingin melindungi diri dan bertahan hidup di kota yang udaranya berpolusi tinggi, saya mulai menggunakan masker khusus dan saya sarankan kalian pun harus mulai melakukannya. Saya sekarang kalau mau pergi ke suatu tempat selain saya cek cuaca di sana saya juga cek kualitas udaranya, dan saya dalam hati suka sedih kalau lihat abang ojek online kerja menerjang ibukota ke sana ke mari tanpa pakai masker, berlebihan ga sih? Saya rasa ga lah ya. Dan tolong digarisbawahi, kalau masker kain dan masker biasa yang disediakan ojek online itu tidak cukup melindungi untuk kualitas udara seburuk Jakarta.

Karena ini juga doa saya semakin kencang, ada tambahan alasan kenapa saya ingin pindah dari Jakarta, hehehe. tolong aminkan doa yang ini ya... Because we all deserve a fresh air.



Cheers,


Wednesday 10 July 2019

Sebuah Pengingat

Beberapa hari yang lalu, tiba-tiba saya kepikiran apa yang akan saya tinggalkan kalau saya meninggal. Hari itu terlintas di kepala saya sepertinya saya harus mulai memikirkan untuk mengambil asuransi jiwa, jiwa loh ya bukan kesehatan, dan siapa nanti yang akan jadi ahli waris saya, kenapa dia akan jadi ahli waris saya. Padahal harta apa yang akan saya punya pun sepertinya tidak seberapa.

Hal itu terus berlanjut ketika saya juga buka Facebook, saya ingin mengurangi jejak digital dan menghapus beberapa info yang menurut saya tidak perlu lah saya tuliskan agar semua orang tahu tentang kepribadian saya. Lalu, bergulir ke bagian setting di mana ada pernyataan apa yang akan saya lakukan dengan akun saya bila saya meninggal, siapa yang bisa mengaksesnya, siapa yang akan mengumumkannya. 

Saya tertegun, ada apa ini? Seolah semesta hari itu mengingatkan saya, sedalam apa saya menancapkan kaki menjadi jejak dalam hidup. Secara umur, saya baru akan bertambah tahunnya 2 bulan yang akan datang, tapi kita juga tahu bahwa tidak akan pernah tahu sampai berapa lama kita akan bertahan hidup.
Seperti layaknya sebuah pengingat, ini juga membuat saya berpikir apa yang sudah saya siapkan, amalan yang cukup? Bakti pada orang tua? Berbuat baik pada sesama? 

Apa kalian juga pernah mengalami hal yang sama? Apa hal itu membuat kalian semakin mempersiapkannya karena merasa takut atau malah menjalani dan menikmati hidup dengan sebaik-baiknya? Karena toh kita hidup hanya satu kali dan kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya setelah kita mati. 


We will never know,
Cheers,

Monday 8 July 2019

Akhirnya, Ketemu!

Ternyata mencari orang yang sengaja menghilang dan tidak ingin ditemukan lebih susah dari pada mencari orang yang memang betulan lost contact.

Ini cerita saya mencari 2 orang teman saya yang sudah lebih dari 10 tahun tidak diketahui kabarnya. Keduanya saya temukan melalui instagram, tolong jangan meragukan bakat stalking saya, saya sendiri sempat berpikir kalau saya sudah seperti detektif dalam mencari informasi seseorang bila saya menginginkannya. Pernah saya membongkar kebohongan seseorang, hingga orang itu malu untuk mengakuinya. Tapi itu lain cerita, kali ini saya ingin cerita tentang saya akhirnya menemukan 2 orang teman saya yang menghilang. 

Yang pertama, sebetulnya dia yang menemukan saya karena dia yang follow duluan, sedangkan teman yang kedua saya yang cari dia. Bertemu mereka di dunia maya tidak ada bedanya dengan bertemu mereka secara langsung, obrolan panjang mengalir dari tanya kabar, separuh nostalgia dan separuh curhat. Tapi dari obrolan itu saya bisa membedakan, mana yang memang hilang karena kesempatan itu tidak pernah ada dan dunia kami tidak pernah bersinggungan secara langsung walaupun tinggal di kota yang sama, dengan yang memang menghilang karena ingin membatasi inner circlenya, tidak ingin ditemukan, menjaga agar hanya orang - orang terdekat yang bisa menghubunginya secara langsung.

Saya bisa menerima semua alasan mereka, toh hubungan kami baik-baik saja. Saya pun bisa menerima kalau salah satu dari mereka merasa lebih nyaman untuk tidak berkomunikasi dengan saya lagi karena suatu alasan. Hal yang saya syukuri adalah saya masih bisa menemukan mereka, menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan dan saya bahagia melihat mereka hidup bahagia dengan keluarganya.

Sungguhlah kalau kami ada kesempatan untuk bertemu langsung saya pasti akan senang sekali, tapi saya juga bahagia karena sudah menemukan mereka dan tak perlu saya cari lagi. Saya doakan semoga kedua teman saya itu selalu berbahagia, semoga semua makhluk berbahagia.


Namaste,

Thursday 13 June 2019

A Pensieve

Pernah ga kalian mengalami atau merasakan kalau perasaan kalian jadi numb, mati rasa, sulit untuk merasa senang dan bahagia?
Lagi-lagi saya merasakannya, saya pikir ini kenapa ya? Kenapa window shopping dan beli parfum baru pun tidak membuat saya bahagia? Apa yang salah yang terjadi pada diri saya? hmmm...

Sebetulnya banyak hal baru yang rencananya ingin saya lakukan menginjak semester kedua di tahun 2019 ini, lalu apakah dengan mulai melakukan apa yang benar-benar ingin saya lakukan bisa membuat saya bisa kembali tersenyum bahagia dan bersemangat lagi? 
Satu hal yang semakin jelas adalah saya tidak ingin lagi bekerja, entah di perusahaan yang sekarang ini atau mungkin perusahaan lainnya (yang ini masih ragu). Saya ingin memulai bekerja sendiri, usaha sendiri, dan mulai mengerjakan sesuatu dengan jujur, bermanfaat bagi yang lain dan benar-benar saya sukai tapi juga bisa menghidupi (hahaha.. banyak ya maunya). 

Perasaan gamang ini juga mungkin terjadi karena masalah keluarga yang sedang saya alami, yang sepertinya semua hal bisa jadi buah simalakama. 
Kemarin suatu ide muncul di kepala untuk meninggalkan semua yang saya punya sekarang dan pergi untuk ikut kelas retreat meditasi di Bali selama seminggu, dan untuk hidup selanjutkan kita lihat saja nanti setelahnya. Tapi apa saya bisa ya senekat itu? 


Saturday 8 June 2019

Lebaran Rasa Baru

Dari judulnya aja udah ketebak kalau post ini ditulis setelah Idul Fitri. Jadi ijinkan saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri untuk para pembaca (yang saya ga tahu berapa banyak orang yang baca blog saya ini) sekalian, hehehe.

Jujur, semakin ke sini saya semakin tidak bersemangat untuk broadcast atau meniatkan satu posting-an khusus untuk merayakannya, karena berbagai alasan. Saya hanya mengucapkan selamat hari raya pada sahabat-sahabat terdekat saya yang saya sadar, saya banyak salah sama mereka dan tulus ingin minta maaf.

Merayakan hari raya terpisah dengan keluarga adalah sebuah hal baru yang saya alami. Saya merantau, saya pulang ke rumah, tapi orang tua saya yang tidak di rumah. Ada beberapa penyebab kenapa hal ini terjadi, tapi lebih baik tidak saya ceritakan karena saya tidak ingin menulis dan menyebarkan kebencian dan kekesalan saya. Mari kita buang jauh energi negatif dari kebencian, semua pandangan dan prasangka buruk, playing victim, iri hati dan lain sebagainya. Percaya atau tidak, saya mencoba untuk menetralisir bau parfum seseorang yang saya rasakan energinya negatif dengan membakar daun salam (karena ga ada sage), saya merinding beberapa kali, dan sampai butuh 3 kali meditasi untuk menenangkan hati. Sungguh luar biasa lebaran kali ini.

Sudah menjadi tugas saya untuk mengambil alih dapur kalau saya pulang ke rumah, saya lupa ini lebaran tahun ke berapa saya harus masak besar. Karena mood berantakan, lebaran ini saya semakin memantapkan diri hanya memasak dengan bumbu instan, toh hanya untuk 2 orang aja dan kami akan pergi dari rumah di siang hari lebarannya. Selain dengan full bumbu instan, tahun ini rasa baru yang saya alami adalah saya menyiapkan sajian lebaran full vegetarian, well, saya memasakkan opor ayam untuk adik saya, tapi rendang dan kari, semuanya sayuran dan saya menikmatinya.

Baru di lebaran kali ini juga saya merasa paman dan bibi saya tidak tersenyum dengan tulus dan kami (saya, adik dan pacarnya) bisa merasakan pandangan curiga dan tidak menerima kunjungan kami dengan tangan terbuka. Semua yang dilakukan dan makanan yang disiapkan hanyalah sekadar basa-basi. Apa penyebabnya? Cukuplah kita tahu bahwa ada segelintir manusia yang kadang merasa bahwa dirinya paling berjasa dan menderita dan butuh dukungan keluarga.

Dan setelah lebaran pun banyak hal baru yang ingin dan akan saya lakukan, semoga saja dengan pengalaman baru ini menjadikan saya manusia yang lebih baik lagi, yang ingat Tuhan dan Semesta, dan tidak buta oleh cinta yang umurnya lebih tua dari anak SD kelas dua.

Semoga damai di hati menyertai kita semua,
Namaste,

Wednesday 8 May 2019

Sadari Apa Yang Ingin Kamu Lakukan

Apakah kamu sudah melakukan apa yang benar-benar ingin kamu lakukan?
Apakah yang kamu lakukan sudah sesuai dengan hati dan prinsipmu?

Untuk pertanyaan di atas, jawaban saya masih belum.
Mungkin sedang menuju ke sana.
Saya sadar, apa yang membuat saya tidak bersemangat untuk bekerja dan apa yang membuat usaha saya tidak maksimal.
Banyak alasan kenapa orang mengesampingkan apa yang benar-benar ingin dilakukannya, terutama untuk masalah pekerjaan. Bisa saja seseorang ingin menjadi pelukis, penulis atau bahkan seorang artis, tapi keadaan menuntutnya untuk melakukan hal lain.
Hal mengesampingkan itu bisa saja akan bertahan lama, selama yang dilakukan masih sesuai hati dan prinsipnya, atau mungkin dilakukan tanpa prinsip sama sekali, we never know.

Yang saya alami adalah hal yang sama, dan bertubi-tubi.
Dengan banyak faktor, mungkin kamu akan mengerti ketika kamu melakukan sesuatu tapi hati kecilmu berkata ini tidak sesuai dengan prinsipmu, hal itu yang akan menjadi faktor penentu performamu.

Ya, saya sadar baru kemarin.
Setelah 4 bulan dan disadarkan kembali, sebetulnya hal ini pernah terlintas pada awal periode saya bergabung, tapi kemudian saya menggunakan alasan lain untuk menerima hal ini dan melawan prinsip saya atau keperfeksionisan saya.
Kemarin saya berani jujur pada seseorang, saya bilang "I feel like I'm lying".

Siapa yang saya bohongi?
Pada dasarnya, tidak ada.
Apakah yang saya lakukan merugikan orang lain?
Tidak.
Lalu kenapa saya merasa ini tidak sesuai dengan prinsip saya?
My little heart said so, this thing is kinda lying.

Apa yang akan saya lakukan selanjutnya?
Mempersiapkan diri untuk melakukan sesuai kata hati.

Apa kamu sudah melakukannya?
Coba pikirkan,
Kalau belum, mari kita mulai segera.




Cheers!

Thursday 11 April 2019

Loncatan Kesadaran

Hey, I'm back! 
Rajin amat sih sekarang nulisnya?
Ya dalam rangka ingin konsisten menulis aja, supaya ide yang ada di kepala bisa dikeluarkan di tempat yang layak, siapa tahu kan idenya bisa menginspirasi yang baca atau yang baca manggut-manggut karena pernah punya pengalaman yang sama dengan yang dituliskan di sini.

Dulu, di akhir tahun 2017 kayaknya, saya pernah nulis setiap hari berturut-turut selama sebulan karena sebuah challenge, kalau dulu bisa kenapa sekarang ga bisa, ya kan?
Jadi ya, karena ide itu kadang datangnya kapan aja, di mana aja dan terlintas waktu kita lagi ngapain aja, kebanyakan kalau nyari waktu yang pas buat nulis ya idenya hilang. Pernah nih lagi di toilet dapat ide matang banget di kepala, sebuah kalimat yang bisa dikembangkan jadi tulisan yang cukup panjang, eh pas depan laptop, nyari posisi enak, udah pasang musik biar mood oke, idenya kabur. 

Sebelum idenya kabur nih, mari saya ceritakan, hehehe...
Saya dalam posisi akan butuh sebuah dress formal untuk menghadiri sebuah acara besar bulan depan, terus kan karena saya juga kadang suka cepat capek kalau harus keluar masuk toko di mall, ya saya cari-cari online aja, cuma buat observe harga pasar dan model dan ukuran. Begitu masuk ke ukuran, ini yang bikin saya mengalami loncatan kesadaran. Hahaha... ok, it sounds too serious tapi saya belum menemukan kata yang tepat untuk istilah ini. Tell me if you know the right words for it after you read this story, please.

Saya konsisten mengukur ukuran dan berat badan saya untuk mengetahui progress saya latihan selama ini (goal kedua setelah sehat), untuk berat badan saya hanya menimbang kalau ingat atau pengen aja sedangkan untuk ukuran badan atau lingkar-lingkar ini saya lakukan per tiga bulan (kalau inget juga). Dari hasil beberapa kali ukur, hasilnya lumayan lah lingkar pinggang ga lebar-lebar amat. 

Lalu kemudian, waktu kemarin lagi asik cek sana-sini, terus mikir "wah ini kayanya ukuran ini nih yang pas" dan menemukan ukuran si model dan lihat lingkar pinggangnya, otomatis terucap "ini orang makan apa sih" dan merasa lingkar pinggang saya sungguhlah besar apalagi tinggi saya yang cuma segini aja dan lalu sedih sendiri.
Nah ini yang dinamakan loncatan kesadaran, karena di menit berikutnya saya sadar, saya ga bisa membandingkan badan saya sama model itu, kami beda. Mungkin profesinya dituntut untuk punya pinggang sekecil itu, mungkin untuk dapat ukuran itu dia ga bisa makan apa yang saya makan, atau dia harus diet ekstrem yang tidak saya lakukan.

Ini sifat yang menurut saya manusiawi sekali, kadang tanpa sadar kita membandingkan tapi setelah itu kita ingat, kita tidak bisa seperti itu, saya adalah saya, dia adalah dia, kamu adalah kamu dan kita berbeda. Nah waktu kita ingat di menit atau detik berikutnya lah yang saya maksud loncatan kesadaran, untuk kembali sadar menjadi pribadi yang mencintai diri sendiri dan menerima apa adanya.

Adalah momen di mana kita menilai rendah orang lain, berprasangka buruk, merasa lebih baik dari yang lain atau sifat negatif lainnya dan kemudian kita sadar, dibangunkan oleh kebaikan dan rasa rendah hati.
Mungkin bagi setiap orang momen untuk meloncatnya beda-beda, ada yang sadar di detik berikutnya, di menit berikutnya, atau di hari selanjutnya.
Atau mungkin sebagian orang butuh bantuan orang lain untuk menampar agar mampu meloncat dan menjadi sadar.

Semoga kita selalu dalam kesadaran.



Cheers!

Tuesday 9 April 2019

Tagline Motivasi

Tagline sebuah merk atau perusahaan pasti sudah dipikirkan matang-matang dengan sebuah konsep kampanye yang menyeluruh, dan dibuat semenarik mungkin untuk didengar. Tagline apa yang selalu nempel di kepala kalian? 

Baru-baru ini sebuah tagline "Mulai aja dulu" selalu terngiang di kepala saya, mungkin di kepala teman saya juga karena kami selalu membawa tagline itu menjadi sebuah candaan ketika kami berdiskusi. Diskusi mengenai langkah yang harus diambil untuk masa depan kami. Ketika mulai ingin melakukan sesuatu dan salah satunya menemukan suatu halangan atau menjadi pesimis, salah satu dari kami akan berkata "mulai aja dulu". 

Bener banget! Tagline-nya bener banget, mulai aja dulu semua yang kamu mau coba lakukan, dari yang kecil aja dulu yang penting kamu mulai, yang penting kamu mencoba, masalah hasil bisa dirasakan kemudian. Kita ga akan pernah tahu bagaimana rasanya, bagaimana efeknya atau bagaimana hasilnya kalau coba aja kita ga pernah.

Hal ini saya lakukan juga untuk diri saya, selain untuk masa depan, yang saya pikir harus saya coba dulu untuk tahu bagaimananya itu. Saya bercita-cita untuk jadi seorang vegetarian dari beberapa tahun yang lalu, more than 5 years ago I think. Kemudian di akhir tahun 2018 lalu saya pikir kenapa ga saya mulai dengan serius untuk menjadi vegetarian, karena selama ini saya hanya setengah-setengah. Kalau perlu ini harus sedikit dipaksakan biar jadi terbiasa, dan saya mulai "paksakan" di awal tahun 2019.

Prinsip agak sedikit dipaksa ini saya dapat dari guru olahraga SMA saya dulu, prinsip beliau ini dibagikan ke semua muridnya supaya mereka beranggapan kalau berolahraga dan merasa sakit-sakit otot itu kemudian adalah hal yang biasa. 

"Ala bisa karena biasa,
Ala biasa karena dipaksa atau terpaksa"

Jadi menurut pendapat saya, harus sedikit dipaksa dan atau terpaksa agar bisa mulai dan mencoba.
Apapun yang ingin kita lakukan, selama itu positif, selama itu bermanfaat (bermanfaat buat diri sendiri dulu lebih penting), ya paksain aja, mulai aja, coba aja. 

Kalau gagal? 
Ya mulai lagi, ya coba lagi, setuju?





Cheers!


Friday 5 April 2019

Menangkap Cahaya

Pernahkah kalian merasa bosan dan lelah tak berkesudahan? 

Saya merasakannya akhir-akhir ini, saya bosan dengan hidup yang sepertinya begini-begini saja. Semakin ke sini, semakin saya merasa malas melakukan semuanya, bertanya-tanya kapan bosan dan malas ini akan berakhir dan hanya merasakan semangat ketika sore menjelang dan saya berlatih yoga.

Mungkin kalian akan menjawab kalau bosan dengan pekerjaan yang sekarang, coba cari suasana baru dengan pindah tempat kerja. Oh, percayalah, saya baru 3 bulan di perusahaan yang sekarang ini dan kalau kalian tahu, perusahaan yang sekarang ini sangat menyenangkan karena kegiatan utamanya selalu ditutup dengan gala dinner megah yang undangannya adalah para pengusaha top, saya pikir saya harus pindah ke mana lagi untuk loncat mendongkrak career path saya? 

Ada beberapa asumsi kenapa kemalasan dan kejenuhan ini semakin memuncak, salah satunya adalah saya kerja dari rumah, remote work atau yang semacam itu lah istilahnya. Sudah berapa lama? Kalau ditotalkan mungkin sekitar 2 tahun, karena di perusahaan sebelum ini, saya hanya ke kantor seminggu 2-3 kali, sisanya hanya meeting dengan client, atau menghadiri conference atau minggle di pameran-pameran. Saya kadang rindu suasana kantor, kubikel dan bercanda dengan teman kantor, tapi saya juga selalu merasa beruntung karena tidak harus berurusan dengan drama kantor mengenai pertemanan, promosi jabatan atau debat dengan atasan.

Ternyata saya tidak sendiri dalam menghadapi titik jenuh ini, sahabat saya pun merasakan hal yang sama dan sudah tidak tertarik untuk pindah mencari kerja ke perusahaan lain. Dalam beberapa diskusi yang seringnya diawali oleh curhat, kami bertemu dengan istilah lightworker. Apakah kami adalah salah satu dari para lightworker? Dari ciri-ciri yang disebutkan di berbagai tulisan, sebagian besar kami merasakannya dan hal ini berkaitan erat dengan spiritualitas. Mungkin akan saya bahas lain kali bagaimana pengalaman spiritual saya and believe me, it isn't related with ghost walaupun saya percaya mereka ada.

Dari curhat dan diskusi, kami menemukan beberapa jenis karir yang cocok dengan lightworkers dan saya memulai kembali menulis blog ini tanpa puisi adalah bagian dari mencoba untuk menuliskan dan menjadikannya sebagai kebiasaan.
Apakah ini adalah cita-cita saya? Hmm... mari kita runut dari saya SD, waktu itu cita-cita saya adalah ingin menjadi guru kemudian berubah menjadi wanita karir. Saya masih ingat baju yang saya pilih untuk acara bebas pengambilan raport, saya ambil setelan rok dan blazer warna biru langit. Kemudian bercita-cita ingin menjadi model (so mainstream, I know), penyiar radio, have my own business and then it changes to I want to help people, with anything. I love to listen someone's story, whether they need solutions or only need an ears to listen without any comments. 

Tahun lalu keinginan untuk menjadi guru yoga semakin kuat, saya sedang berusaha untuk mengambil teacher training segera (OMG! It isn't cheap and they're all so commercial now) dan tahun ini, akan ada beberapa hal yang kami lakukan yang sekiranya pekerjaan ini mendukung dan semakin meyakinkan kami sebagai lightworkers.

Semoga kalian yang merasakan kejenuhan yang sama bisa mendapatkan pencerahan,
untuk sementara, enjoy it and keep observing the world around you.


Cheers!