Friday 26 July 2019

Cuma Kenal?

Menurut saya kalimat kenali diri sendiri itu ga cukup, kurang dalam, hehehe.. menurut saya pahami diri sendiri itu baru pas. Lebih dari kenal, tahu luar dalamnya, tahu sukanya apa, maunya apa, ya sama kayak hubungan kita dengan seseorang lah. Kalau cuma kenal, kita cuma tahu namanya dan tahu orangnya tapi tidak paham orangnya seperti apa luar dalamnya.

Kenapa tiba-tiba bahas perbedaan kenali dan pahami sih? Jadi ini ceritanya related dengan kondisi badan saya beberapa hari lalu. Setelah makan siang, perut saya kembung, kenyang dan begah sampai malam. Saya bertanya-tanya ini karena apa, merasa kenal dengan kondisi badan sendiri, saya mencoba berasumsi nasi shiratake yang saya makan adalah penyebabnya. Tapi ternyata ga hanya perut kembung yang jadinya malah melilit, saya juga diserang sakit kepala hebat dan demam yang lumayan tinggi. Merunut pada apa yang saya makan, yang saya rasa normal-normal aja seperti biasanya, saya tetap berpikir ini penyebab nasi tapi kemudian bisa aja ini penyebabnya adalah makanan basi yang tanpa sadar saya makan. Karena saya merasa masakan yang saya makan dengan nasi shiratake ini kurang fresh, tempenya baunya aneh, saya tahu bau tempe bosok, tapi ini beda.

Selama 2 hari saya ga bisa ngapa-ngapain, berdiri pusing, sakit kepala, gerak sambil rebahan aja perut rasanya sakit dan demam yang semakin menjadi apalagi kalau malam. Nah, makanya saya bilang kenal aja ga cukup, saya ngerasa saya kenal badan saya, tahu kalau perut saya suka kambuh asam lambungnya, tapi ini bukan asam lambung, saya twisting pun ga ngefek (biasanya untuk meredakan asam lambung saya melakukan gerakan yoga twisting ringan di kasur). Sebagai langkah untuk memahami tubuh sendiri, saya mengingat apa yang saya makan dari hari minggu yang mungkin saya tahu apa penyebabnya.

Tapi ya namanya juga memahami badan sendiri seperti memahami seseorang, butuh proses. Saya masih belum tahu apa penyebabnya tapi badan ini sudah sedikit lebih baik, kepala sudah jauh lebih ringan, demam sudah reda dan sakit perut frekuensinya sudah jauh lebih berkurang. Dan sepertinya saya harus mengurangi makanan pedas dan kopi untuk beberapa hari ini demi stabilitas perut saya, pencernaan saya baik-baik saja btw.

Kamu sendiri gimana? Sudah kenal dengan diri sendiri? Dengan badan sendiri? 
Sudah seberapa paham?


Semoga kita semua selalu sehat dan berbahagia,
Cheers,

Thursday 11 July 2019

Fresh Air

Kekhawatiran ini semakin tinggi buat saya, iya khawatir soal kualitas udara di Jakarta yang menurut data sudah jadi salah satu kota yang kualitas udaranya terburuk di dunia. Bikin parno ga sih? Selain kualitas udara yang buruk dari transportasi dan industri, ternyata masyarakat di kota yang katanya metropolitan ini masih aja ada loh yang bakar sampah. Saya masih ga habis pikir, kenapa sampah harus dibakar? Kenapa tidak dipilah kemudian diolah? Ah, sepertinya akan jadi panjang bahasannya karena ya memang masyarakatnya belum sesadar itu, atau juga pemerintahnya, atau juga industrinya atau juga atau juga.

Bicara soal kualitas udara, karena ingin melindungi diri dan bertahan hidup di kota yang udaranya berpolusi tinggi, saya mulai menggunakan masker khusus dan saya sarankan kalian pun harus mulai melakukannya. Saya sekarang kalau mau pergi ke suatu tempat selain saya cek cuaca di sana saya juga cek kualitas udaranya, dan saya dalam hati suka sedih kalau lihat abang ojek online kerja menerjang ibukota ke sana ke mari tanpa pakai masker, berlebihan ga sih? Saya rasa ga lah ya. Dan tolong digarisbawahi, kalau masker kain dan masker biasa yang disediakan ojek online itu tidak cukup melindungi untuk kualitas udara seburuk Jakarta.

Karena ini juga doa saya semakin kencang, ada tambahan alasan kenapa saya ingin pindah dari Jakarta, hehehe. tolong aminkan doa yang ini ya... Because we all deserve a fresh air.



Cheers,


Wednesday 10 July 2019

Sebuah Pengingat

Beberapa hari yang lalu, tiba-tiba saya kepikiran apa yang akan saya tinggalkan kalau saya meninggal. Hari itu terlintas di kepala saya sepertinya saya harus mulai memikirkan untuk mengambil asuransi jiwa, jiwa loh ya bukan kesehatan, dan siapa nanti yang akan jadi ahli waris saya, kenapa dia akan jadi ahli waris saya. Padahal harta apa yang akan saya punya pun sepertinya tidak seberapa.

Hal itu terus berlanjut ketika saya juga buka Facebook, saya ingin mengurangi jejak digital dan menghapus beberapa info yang menurut saya tidak perlu lah saya tuliskan agar semua orang tahu tentang kepribadian saya. Lalu, bergulir ke bagian setting di mana ada pernyataan apa yang akan saya lakukan dengan akun saya bila saya meninggal, siapa yang bisa mengaksesnya, siapa yang akan mengumumkannya. 

Saya tertegun, ada apa ini? Seolah semesta hari itu mengingatkan saya, sedalam apa saya menancapkan kaki menjadi jejak dalam hidup. Secara umur, saya baru akan bertambah tahunnya 2 bulan yang akan datang, tapi kita juga tahu bahwa tidak akan pernah tahu sampai berapa lama kita akan bertahan hidup.
Seperti layaknya sebuah pengingat, ini juga membuat saya berpikir apa yang sudah saya siapkan, amalan yang cukup? Bakti pada orang tua? Berbuat baik pada sesama? 

Apa kalian juga pernah mengalami hal yang sama? Apa hal itu membuat kalian semakin mempersiapkannya karena merasa takut atau malah menjalani dan menikmati hidup dengan sebaik-baiknya? Karena toh kita hidup hanya satu kali dan kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya setelah kita mati. 


We will never know,
Cheers,

Monday 8 July 2019

Akhirnya, Ketemu!

Ternyata mencari orang yang sengaja menghilang dan tidak ingin ditemukan lebih susah dari pada mencari orang yang memang betulan lost contact.

Ini cerita saya mencari 2 orang teman saya yang sudah lebih dari 10 tahun tidak diketahui kabarnya. Keduanya saya temukan melalui instagram, tolong jangan meragukan bakat stalking saya, saya sendiri sempat berpikir kalau saya sudah seperti detektif dalam mencari informasi seseorang bila saya menginginkannya. Pernah saya membongkar kebohongan seseorang, hingga orang itu malu untuk mengakuinya. Tapi itu lain cerita, kali ini saya ingin cerita tentang saya akhirnya menemukan 2 orang teman saya yang menghilang. 

Yang pertama, sebetulnya dia yang menemukan saya karena dia yang follow duluan, sedangkan teman yang kedua saya yang cari dia. Bertemu mereka di dunia maya tidak ada bedanya dengan bertemu mereka secara langsung, obrolan panjang mengalir dari tanya kabar, separuh nostalgia dan separuh curhat. Tapi dari obrolan itu saya bisa membedakan, mana yang memang hilang karena kesempatan itu tidak pernah ada dan dunia kami tidak pernah bersinggungan secara langsung walaupun tinggal di kota yang sama, dengan yang memang menghilang karena ingin membatasi inner circlenya, tidak ingin ditemukan, menjaga agar hanya orang - orang terdekat yang bisa menghubunginya secara langsung.

Saya bisa menerima semua alasan mereka, toh hubungan kami baik-baik saja. Saya pun bisa menerima kalau salah satu dari mereka merasa lebih nyaman untuk tidak berkomunikasi dengan saya lagi karena suatu alasan. Hal yang saya syukuri adalah saya masih bisa menemukan mereka, menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan dan saya bahagia melihat mereka hidup bahagia dengan keluarganya.

Sungguhlah kalau kami ada kesempatan untuk bertemu langsung saya pasti akan senang sekali, tapi saya juga bahagia karena sudah menemukan mereka dan tak perlu saya cari lagi. Saya doakan semoga kedua teman saya itu selalu berbahagia, semoga semua makhluk berbahagia.


Namaste,