Tuesday 26 December 2017

Malam Manis

Kadang ingatan menarikku terlalu jauh ke masa lalu,
Hanya dengan melihat taksi biru,
Sekonyong-koyong disodorkannya memori yang berputar kembali seperti film hitam putih,
Yang dulu sempat terasa manis,
Dengan jarak yang hanya sepanjang selendang,
Selalu mencari cara untuk bersama lebih lama walaupun itu cuma dengan matrabak kismis ataupun perdebatan retoris,
Lalu kencan yang sungguh tidak romantis tapi berakhir dengan diantar sampai pintu kamar,
Dan malu-malu tersipu saling mengucap rindu.
Ahh.. Kenangan saat itu,
Sudah kulupa sakitnya dan sembuh lukanya.
Terima kasih telah melukis senyum malam ini.

Monday 11 December 2017

Rasa Hidup

Ketika hidup memberikanmu rasa pahit dan kamu harus menelannya,
ketika hidup sangat menyayangimu sehingga kamupun diberinya rasa asam, membuat lukamu semakin menganga,
dan tak hentinya hidup mencintaimu untuk mengenalnya lebih dekat dengan membuatmu terjatuh dan tertatih.
Terlintas dalam pikirmu untuk menantang hidup, "beri aku rasa lain!" tantangmu tapi kemudian kelu,
Seperti pertaruhan, kamu dengan sengaja telah membuatnya tidak nyaman, katamu "sudah cukup kau dalam ayunan!" bahkan kau paksakan itu dengan menggunakan perasaan.
Sang hidup tersenyum dan berkata padamu bahwa ini adalah pelajaran, untuk kamu mengenal dan mencintai lebih dalam sesuatu yang lebih indah dari yang pernah kamu bayangkan, dan kelak sulit untuk kamu untuk meninggalkan, sesuatu yang bernama Kehidupan.

Wednesday 15 November 2017

Puisi Terakhir

Sudah ku putuskan, ini akan menjadi kado terakhirmu. Sebuah puisi yang selalu ku tulis setiap tanggal 15 di bulan November.

Ternyata, melihatmu sekarang hatiku sudah tak melompat sekencang itu lagi,
Bersamamu kini sudah tak membuat senyumku bersemi,
Dan aku setuju ternyata kita memang lebih baik tak pernah bersatu.

Untukmu di usiamu yang baru,
Untukmu dan hidupmu yang akan datang,
Untukmu dan masa lalu kita yang hanya cukup untuk dikenang.

Saturday 16 September 2017

Selamat, Semalam

Terbangun, pagi ini aku tersenyum mengingat kejadian semalam. Setelah saling melempar kecupan di pipi, kata pertama yang dia ucapkan adalah "Selamat!" sambil mengangkat gelas yang masih kosong karena kami baru sama - sama sampai di sebuah cafe favorit. Kujawab kita hanya bertemu menikmati malam dan menunggu macet sedikit mengurai, untuk apa mengucapkan selamat dan tak ada yang harus dirayakan.

Dia, sahabatku yang perkataannya lebih pedas daripada saat dia makan cabai rawit sekalipun, tergelak dan dengan santainya berkata bahwa dia mengucapkan selamat untuk kebebasanku, untuk hal - hal baru yang aku lakukan, dan langkah gilaku lainnya. Matanya tenggelam dalam buku menu sambil bertanya minuman apa yang akan dipesan, dan aku menyetujuinya, aku sepakat bahwa tahun ini memang bukan tahun yang mudah untukku, aku belajar banyak.
Beruntung rasanya punya beberapa sahabat yang bisa menerimaku apa adanya, mereka memaki ketika tahu kesalahan yang kulakukan tapi mereka juga selalu mendukungku, juga menertawakan ketika aku bercerita tentang sikap menyebalkan atau aneh yang tanpa sadar kulakukan, dan dia salah satunya.

Cafe semakin malam semakin ramai, musik terdengar sayup dan masih dalam kondisi yang bisa diterima kupingku. Kami mengobrol sepanjang malam membahasa hal - hal penting untuk masa depan hingga remeh temeh dan mengomentari hidup kami saat ini dengan sangat sarkas. Tak ada yang dapat menghina atau mem-bully kami sebaik kami melakukannya pada diri kami sendiri, dan itu adalah bagian dari pertahanan diri, begitu prinsipnya.

Pada saat diperjalanan pulang, aku berpikir "Bahwa di luar sana ada yang sedang merayakan, entah menuju kebebasan atau merayakan keterikatan, dengan penuh cinta, kepalsuan atau kebencian. Bahwa di luar sana ada yang sedang memegang harapan, menunggu semua pintu terbuka, dan mencoba peruntungan. Bahwa di luar sana ada yang hanya bisa menerima keadaan, tak bergerak, tak melangkah, mungkin masih bernapas.
Oleh karena itu aku melakukannya lebih baik, bebas tak terikat, jujur tanpa dusta, aku memiliki harapan lebih besar, karena aku tidak memalingkan muka dan dan melempar kesalahan, karena hidup dapat bergulir menuju apa yang diinginkan."

Baru aku sadari kutemukan diriku yang tertidur masih dengan pakaian lengkap tanpa menghapus make up, ah sungguh aku lupa seberapa banyak cairan fermentasi bening itu semalam kami tenggak.

Monday 31 July 2017

Apa Kabar?

Apa kabar dia,
Yang kamu tatap matanya,
Apa kabar dia,
Yang kamu sentuh tangannya,
Apa kabar dia,
Yang kamu usap air matanya
Apa kabar dia,
Yang mulai kamu sebut kembali namanya,
Apa kabar dia,
Yang membuatmu menyesal telah menyia-nyiakannya.

Apa kabar aku,
Dan semua yang telah kulakukan untukmu, yang kamu bakar hangus hingga jadi abu.

Apa kabar kamu?

Sunday 23 July 2017

Perjalanan Hidup

Ini cerita tentang sebuah perjalanan, ditulis suatu malam di sebuah ruang tunggu, dengan musik live yang semakin malam semakin sendu dan para penumpang yang menikmati musik dari penyanyinya tapi pandangannya terpaku pada telepon pintarnya masing - masing.
Semakin malam suara musik semakin nyaring, suasana hening khidmat, dan kenanganku melompat pada saat perjalanan keberangkatan.
Ini cerita yang ditulis ditemani secangkir kopi kurang manis yang dibuat dari mesin toko cepat saji, dengan 2 takaran gula cair yang ternyata kurang presisi.
Di perjalanan pagi itu seorang perempuan duduk di kursi sebelahku, kami saling menyapa dan kemudian berbincang, terkaget oleh pernyataannya bahwa yang dia pertama perhatikan dariku adalah 3 buah gelang batu yang melingkar di pergelangan tangan. Dia menyebut jenis batunya satu persatu, sekalian saja kutunjukan liontinku, dan dia menyebutkan fungsinya dengan mata menerawang.
Tanpa diminta dia bercerita bahwa dia juga memiliki ketertarikan yang sama dan menjelaskan bagaimana caranya merawat batu-batunya. Mataku berbinar mendengar suatu alat yang sudah lama ingin kumiliki, singing bowl. Sebuah alat untuk menetralkan energi, membantu konsentrasi, terlebih untuk meditasi.
Ini bukan cerita perjalanan spiritual, ini hanya sebuah cerita bahwa bertemu dengan orang yang memiliki kertertarikan yang sama itu menyenangkan dan menambah pengetahuan.
Ini hanya cerita yang ditulis sambil menunggu kereta terakhir, untuk kembali dalam perjalanan, untuk kembali transit untuk mencapai tujuan, dan berulang seperti itu terus menerus. Karena hidup adalah perjalanan, bila perjalanan berakhir, maka hidupku selesai.

Thursday 20 July 2017

Abang Mana Abang

Saya termasuk salah satu orang yang sudah lumayan lama "sendiri", ketika teman - teman saya berniat baik atau sengaja memojokan dengan candaan bertanya tipe atau kriteria pria idaman secara fisik saya seperti apa, saya akan jawab tipenya itu yang "abang - abang" bukan yang "mas - mas". Kemudian mereka hanya tertawa sambil bilang "abang becak atau abang tukang bakso?". Nah, biar gampang mari saya jelaskan dengan mengambil contoh public figure Indonesia yang angin - anginan saya sukai dan yang sudah tidak saya gilai karena beberapa alasan.
Percaya atau tidak saya pernah suka dengan Indra Perdana Sinaga atau terkenal dengan Naga, vokalis band Lyla, saya bukan penggemar bandnya, hanya mendengar beberapa lagunya dan saya hanya suka dengan Abang Naga (begitu saya memanggilnya) nya saja. Cerita tentang betapa sukanya saya pada Abang Naga sungguh lucu, karena ini pernah membuat pacar saya saat itu cemburu, padahal saya kenalpun tidak dengan Abang Naga, hanya sebatas mengaguminya di televisi dan mengikuti sosial medianya, itupun juga yang dia update kapan - kapan, hehehe...
Cerita tentang saya dan Abang Naga kesayangan saya, mari kita berasumsi demikian, berlanjut ketika teman saya iseng membohongi anak baru di kantor dengan bilang bahwa Abang Naga adalah mantan saya, kami putus karena Abang Naga sibuk tour keliling Indonesia dan saya adalah orang yang tidak bisa LDR,  dan anak baru itu percaya. Kebenaran terkuak beberapa tahun kemudian.
Demam Abang Naga sembuh karena pernikahan, kemudian muncullah beberapa tipe abang - abang versi saya, ada Fedi Nuril, Chicco Jericko dan kemudian Hamish Daud. Demam abang Fedi sembuh seiring dengan waktu, tak ada film barunya yang saya tonton yang bikin saya senyum - senyum dan makin gila. Chicco termasuk cukup lama saya sukai dengan pertentangan Chicco adalah pacarnya Bella dan kami beda agama, teman - teman saya sampai protes karena kalau kami menikah itu akan susah, lucu ya sejauh itu teman - teman saya berpikir :)) dan kegilaan terhadap Chicco ini marilah kita sudahi karena melihat penampilannya sekarang ini sungguhlah berantakan walaupun kalau lihat badannya bisa bikin gelisah tidak karuan.
Kalau Hamish Daud, hmmmm... saya pertama kali melihatnya di film Rectoverso dan suka, sejak Hamish membawakan acara traveling dan semakin banyak membintangi iklan, saya masih suka. Semakin ke sini semakin banyak yang menggilainya dan juga setelah pertunangannya, saya termasuk salah satu dari yang patah hati. Maka saya putuskan, baiklah saya sudahi saja menggilai Hamish, apalagi kalau baca komen dari tunangannya di sosmed, bikin eneg sendiri :p.

Jadi, abang mana lagi ya yang bisa saya kagumi?
Karena abang yang ada sekarang ini sudah bikin saya gila dan selalu dibuat kesal setengah mati.

Monday 17 July 2017

Mengapa Begini dan Begitu

Kalau sedang baca artikel di portal berita atau di majalah, sebagai seorang perempuan, saya suka iseng baca bagian relationship. Biasanya di bagian tersebut banyak membahas bagaimana menyikapi sebuah hubungan dengan pasangan, menurut sesama perempuan atau menurut para ahli, kadang juga sering disisipi tips - tips bagi pembacanya. Ya namanya juga iseng, kalau judulnya menarik, otomatis dibaca, dan mungkin hampir semua perempuan kalau sedang membacanya suka bergumam dalam hati "wah ini gw banget", percaya deh saya pun begitu, hehe...

Artikel yang dibaca tersebut bisa jadi sebuah masukan atau menjadi sebuah bahan perbandingan, perbandingan antara kenyataan yang dialami di kehidupan dengan artikel tersebut yang katanya adalah rata-rata pengalaman orang atau patokan idealnya. Saya membacanya beberapa dan kemudian membandingkan, mengapa dia begini, mengapa dia begitu, apakah dia begini apakah dia begitu, kalau dia begini tandanya dia begitu, kalau menurut pakar bila dia melakukan ini tandanya dia begitu, dan membuat saya terus membandingkan dan jadi khawatir sendiri.

Lalu saya berpikir bahwa kondisi hidup masing - masing orang itu berbeda, tak bisa disamaratakan dan artikel di majalah jadi patokan. Kemudian sebuah tulisan mengenai Law of Attraction seperti menampar saya, nalar dan logika saya ternyata sedang mencari alasan atau pembenaran, karena jalannya sudah tidak sejalan dengan perasaan. 
Ini seperti tanda, untuk kembali mendekatkan diri, untuk pulang, dan berani melangkah dari awal lagi, sepertinya begitu. 

Sepertinya...

Saturday 15 July 2017

Dosa Itu Cinta

Jika aku harus mengakui kesalahanku,
Maka kukatakan sekarang bahwa salahku adalah terlalu menginginkanmu,
Kesilapanku adalah selalu merindukanmu,
Dan dosa terbesarku tak dapat ku katakan karena ini sungguh bukan sebuah pengadilan.

Namun, jika aku dapat menuntut kebebasanku,
maka aku akan meminta untuk bebas mencintamu kapanpun aku mau,
maka aku akan memperjuangkan untuk dapat menemuimu tanpa batas waktu,
dan aku menghendaki sebuah ikatan lebih dari pernikahan.

Seandainya kamu ingin tahu usahaku,
Maka akan kuurai satu persatu,
Dimulai ketika dalam mimpiku, sudah ada kamu, kemudian ketika dalam doaku mulai tersebutlah namamu, lalu tanpa kusadari semuanya hanya tentangmu.

Aku membutuhkanmu untuk saling melengkapi, untuk mengenapi, untuk berbagi.
Aku membutuhkanmu untuk kucintai, dan tak akan pernah kukurangi.

Adakah dosaku yang harus kuakui lagi?

Buku, Apa?

Sebuah kebebasan mutlak adalah ketika seseorang terlepas dari putaran arus kelahiran dan kematian, begitu menurut umat Buddha. Membaca dan menggilai sebuah buku yang penulisnya menyelipkan perjalanan spiritualnya menjadi sebuah cerita fiksi fantasis, tentu saja membawa pengaruh juga pada saya, pada pemikiran, pandangan hidup and yes, my spiritualism. Lalu, bila kemudian muncul pertanyaan tentang agama saya dan bagaimana saya beribadah dan hukumnya mencampuradukkan sebuah pandangan agama, maka lebih baik tolong berhenti saja membacanya, dan kembali lagi setelah tulisan tentang agama dan privasi sudah mood saya tulis, Ok?.

Nah, sebagai penggemar dari buku - buku itu, tak bosan saya membacanya bergantian, dari buku pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, kemudian saya ulangi lagi dari awal atau lompat sesuka hati atau ulangi lagi pada suatu buku dimana saya jatuh cinta pada karakternya atau lompat pada buku yang saya ingin praktekkan tulisannya. Ok, sudah mulai terdengar gila ya, hehehe...

Kalau boleh jujur, saya bukanlah orang yang suka membaca biografi orang - orang hebat atau membaca buku kiat - kiat sukses seseorang, atau buku yang berat yang kesannya sangat berilmu. Saya penggemar cerita fiksi, dari literatur modern hingga sastra lama atau melayu kuno saya lahap, saya pernah membaca buku kumpulan cerpen yang menceritakan tentang suatu daerah di Jakarta Pusat bernama Harmoni pada jaman penjajahan.

Lalu apa inti dari tulisan ini? Saya ga tahu, kebetulan saja saya sore tadi baca buku puisi yang isinya cukup berani atau terlalu berani, atau rasanya saya baca buku harian seseorang dalam bentuk buku yang dicetak penerbit tanpa editing atau diedit tapi menurut editornya itu buku yang sangat luar biasa out of the box, saya hanya berpikir dia beruntung, kemudian saya ingin menulis puisi. Baiklah mari kita menulis puisi.

Wednesday 5 July 2017

Imaji Anak Laki - Laki

Ini cerita tentang seorang anak laki - laki, yang mengagumi seorang gadis kecil.
Dia telah terpesona pada senyumnya, tertakjub - takjub pada bagaimana cara gadis kecil itu memandang nilai hidupnya, terkagum pada kecerdasannya, dan terpikat pada semua karyanya.

Anak laki - laki yang hidup dalam khayalannya, bahwa gadis kecil itu tersenyum, tertawa, dan bercerita semua padanya. Yang hanya bisa dipandanginya dari balik pintu kaca, dan tak pernah ada sapa.

Anak laki - laki yang hidup mengumpulkan keberanian dan merapalkan doa dalam hati sepanjang malam, hanya untuk bertanya apakah gadis kecil itu telah makan.

Dia adalah seorang anak laki - laki yang kelak, bercita - cita untuk dapat mengulurkan tangannya dan berjabat erat, berani mengakui perasaan yang tersimpan di hati, dan mampu memberikan keadilan tak hanya menuntutnya saja.

Dia adalah seorang anak laki - laki yang sedang belajar melangkah, dan siap untuk berlari dengan persiapan sepenuh hati.

Friday 19 May 2017

Baca

Waktu ujian di sekolah dulu dalam pelajaran Bahasa Indonesia, selalu ada perintah soal "Bacalah dengan seksama", buat gw terkadang part itu saya skip. Sama halnya kalau sedang baca berita atau bahkan chat sekalipun, saya adalah orang yang cara membacanya suka lompat-lompat. Dan karena kebiasaan saya yang seperti itu, hari ini saya terkena akibatnya lagi.
Jadi benar kata para ahli yang menyatakan bahwa sometimes people hear but not listen, see but not look into it, atau mungkin kalau halnya sama seperti kejadian saya, dibaca tapi tidak disimak. Orang - orang terdekat saya tahu, karena hal itu, saya sering melakukan kesalahan. Siang tadi di grup chat kantor bos kirim pesan, saya adalah orang pertama yang jawab "Ok Pak", kemudian otak saya sibuk menyusun kegiatan yang akan dilakukan, habis makan, saya begini, setelah begini saya begitu, dan saya harus datang untuk meeting pukul 15.00 di suatu tempat.  Karena kondisi jalanan yang padat, pukul 14.55 saya kabari bos saya di grup bahwa saya akan terlambat sekitar 5 menit, tak ada jawaban. Pukul 15.10 saya tiba di tujuan, saya kabari lagi orang-orang, bertanya mereka ada di mana karena ruang meeting kosong, kemudian begitu saya cek lagi pesannya, itu adalah janji meeting untuk besok.
Kejadian ini juga pernah terjadi sebelumnya, saya diminta mewakili perusahaan menghadiri undangan, saya pikir kenapa harus saya yang pergi sementara orang yang diundang available di kantor, singkat cerita saya pergi ke tempat acara tapi suasananya sepi, saya minta cek ke petugas hotel, semua confirm tidak ada event hari itu, kemudian, untuk memastikan lagi saya keluarkan undangannya, dan ternyata acaranya baru esok harinya.
Apa yang saya rasakan setelah hal seperti itu terjadi? Saya merasa bodoh, tidak menyimak keseluruhan informasi, terlalu cepat menyimpulkan dan mengambil keputusan. Ini menjadi sebuah pelajaran bagi saya, mungkin juga bisa jadi pelajaran bagi yang lain. Tapi setidaknya, saya menjadi sumber tawa sebagian orang hari ini, itu sudah cukup.

Saturday 29 April 2017

Tantangan

Manusia terkadang bisa dipaksa hingga mencapai titik terjauhnya bila menghadapi sebuah tantangan, hal itu bisa untuk hal apapun dalam hidiupnya. Saya, juga mendapatkan beberapa hal yang menjadi tantangan belakangan ini. Setelah resign dari perusahaan sebelumnya yang mewajibkan saya untuk selalu datang ke kantor setiap hari Senin sampai Jumat dari pukul 9.00 sampai pukul 18.00 atau bahkan lebih, adalah sebuah tantangan bagi saya ketika menghadapi kultur di perusahaan baru. 
Perusahaan yang sekarang ini, rata-rata staffnya melakukan pekerjaan secara remote, bekerja dari mana saja asal selalu dalam keadaan online dan standby jika diminta datang atau meeting ke suatu tempat. Adalah sebuah tantangan bagi saya untuk bekerja hampir setiap hari dari tempat saya tinggal, untuk menghindari godaan bermalasan dan menunda-nunda pekerjaan, saya menyiasatinya dengan bangun pagi, mandi dan bersiap-siap selayaknya saya pergi ke kantor. Selama bekerja, saya berusaha untuk tidak melirik kasur atau berpikiran untuk rebahan sebentar. Dari 3 minggu saya bekerja di rumah, baru hari ini saya KO, tergoda kasur yang empuk, AC yang dingin, ditambah mata berat akibat tidur terlambat malam sebelumnya dan makan siang yang nikmat, ternyata tidur siang di hari kerja itu lebih nikmat lagi, hehehe.

Tantangan kedua adalah bagaimana saya mengubah pola pikir saya dari menjual jasa untuk membantu distribusi dan operasional menjadi menjual jasa untuk membantu promosi melalui digital yang sayanya juga belum paham-paham banget sama dunia digital marketing ini. Pernah disuatu meeting ketika klien membahas "dapur"nya digital marketing, saya cuma bisa terkesima dengan apa yang didiskusikan sambil mencatat dalam hati, istilah-istilah apa yang harus saya pelajari nanti biar saya bisa satu frekuensi ketika sedang dalam diskusi.

Yang ketiga ini tantangan yang lebih personal, seperti dalam postingan saya sebelumnya bahwa saya ingin menulis apa saja kapan saja, bukan hanya menulis ketika saya sakit hati. Ketika sedang bercerita pada seorang teman dekat saya, bahwa saya ingin mencari pekerjaan sampingan karena dirasa waktu luang saya kurang bermanfaat bila dipakai hanya untuk main-main sosial media, dan teman saya menanggapinya dengan mengatakan coba saya belajar tentang content writing dan bila saya sanggup, saya ditantangnya untuk menjadi content writer dan menulis 2 artikel setiap minggu untuknya. 

Karena hal itulah tengah malam seperti ini saya terstimulus untuk menulis yang tak hanya melulu membahas soal hati dalam bentuk puisi dan terpacu untuk mempelajari masalah copywriting dan seluk beluknya. Mungkin kedepannya nanti, akan banyak tulisan saya sebagai latihan menulis artikel di sini diantara puisi atau prosa bila sedang ada inspirasi, semoga semangatnya tidak seperti pepatah hangat-hangat tahi ayam ya, hehehe.

Tuesday 18 April 2017

Bebas

Kadang ide itu muncul, tapi tidak ada kesempatan untuk menuliskannya, atau kalaupun ada, potongan kalimat itu terlalu pendek untuk ditulis menjadi sebuah tulisan di blog, dan saya kadang terlalu malas mencari ide lain dan atau menyambungkannya. Kadang keinginan kuat untuk menulis panjang itu ada, tapi selalu ada saja distraksi yang lebih kuat dan lebih menarik, sehingga saya lupa, apa yang akan saya tulis tadi.

Saya ingin menulis banyak hal, berkomentar sesuka hati saya, tentang hidup, tentang tanggapan saya melihat interaksi manusia, tentang politik yang sedang ramai dibicarakan, tentang kantor lama, tentang kantor baru, tentang perasaan saya, tentang keluarga tapi kemudian saya berpikir lagi, perlukah saya tuliskan semua? Blog bukan jurnal harian pribadi, karena masih dapat ditelusuri oleh orang-orang yang membenci, ya walaupun itu sudah terkunci dan dibatasi.

Saya ingin menuliskan tentang kekecewaan, tapi saya tidak mau dikatakan sebagai penulis yang hanya produktif bila sakit hati. Kekecewaan itu berbekas, dalam, seperti sebuah luka yang kamu sembuhkan tapi tidak sempurna, meninggalkan jejak, menjadi keloid, menjadi bekas luka sepanjang masa.
Tak perlu dibahas lebih panjang, cukup dengan saya tutup semua akses sosial medianya, sehingga orang-orang yang membenci saya kehilangan sebuah pembahasan seru, yang bisa dibicarakan berminggu-minggu, yang selalu menarik dalam obrolan dengan rokok dan segelas kopi.

Saya ingin berkata, saya merasa lega, tidak harus selalu bermuka dua, pura - pura bahagia, menahan air mata, mendengar tawa yang yang semakin menambah luka. Ini hidup, harus berlanjut tak perlu berlarut - larut.  Saya selalu ingin berkata, bertemanlah bila kamu ingin berteman tanpa ada alasan lain, komentarlah jika kamu ingin berkomentar, atau bencilah sebisanya kamu membenci, dan mencintalah tanpa kamu kenal esok lusa.

Sunday 12 March 2017

Pagiku

Aku memperhatikannya setiap pagi,
Kadang jalannya pelan, kadang langkahnya pendek - pendek dan cepat, tapi jejaknya pasti,
Melihat ekspresinya setiap hari saat pagi,
Membuatku bertanya -tanya apa yang ada dalam pikirannya, dan semakin ingin mengenal lebih dekat,
Dalam perjalanannya, sesekali ia menyapa orang sekitar atau tersenyum atau mengangguk,
Kau harus lihat gayanya berpakaian,
Semakin akan membuatmu penasaran, seperti apa kepribadiannya, canda jenis apa yang dilemparkannya, dan sekuat apa argumennya.

Suatu hari kulihat kepalanya menunduk sepanjang jalan, matanya sendu, tanpa tersenyum, sinar di wajahnya padam walaupun ia mengenakan lipstik merahnya.

Esoknya, aku tak melihatnya saat pagi,
Mungkin waktunya tak tepat, aku terlambat.
Hari berikutnya, ia tak nampak, aku sedikit bertanya - tanya, apa dia sehat?
Hari berikutnya lagi, ia tak pernah hadir, padahal aku menunggunya sampai adzan dzuhur.

Aku tak pernah melihatnya lagi.

Friday 3 March 2017

Let It Be

Ini sebuah tulisan tentang kepemilikkan.
Perasaan memiliki yang kuat dapat membuatmu melakukan apapun untuk mempertahankannya, tak peduli lagi dengan hati, manusiawi, atau harga diri. Semua makhluk melakukannya, sebuah pertahanan atas apa yang menjadi miliknya, tersirat ataupun tersurat. Katakan itu apapun yang bisa dimiliki, termasuk sesuatu yang tak bisa dilihat mata tapi bisa mengoyak jiwa, bernama rasa.
Perasaan memiliki, kepunyaan, atau ke-aku-an, bisa membuatmu lupa bagaimana caranya memandang hidup dari sudut pandang lain.

Sudut pandangku mengenai hidup atau sesuatu yang kumiliki, pasti berbeda dengan orang - orang, mungkin termasuk dengan pasangan, hal ini juga menyangkut tentang rasa. Mengolah rasa yang lebih sering menggunakan hati daripada logika, itu tidak mudah. Tapi bagiku, itu tidak membuatku menjadi menyerah, aku pasrah. Kupasrahkan hidup dan rasa dan kepemilikkannya pada semesta, pada takdir yang sudah tertulis tanpa kita tahu, pada pilihan - pilihan yang tanpa sadar terbuka pelan - pelan.

Aku mempelajarinya beberapa tahun lalu, membaca sebuah artikel yang menjelaskan bahwa sesuatu itu ada masanya, tak peduli kamu mempertahankan sesuatu yang kamu miliki, jika waktunya sudah habis, kamu tak bisa melakukan apa - apa lagi.

Tak peduli kamu mempertahankan rasa cintamu, statusmu, atau hartamu, bila memang saat itu bukan lagi untukmu, kamu lupa dan menyakiti harga dirimu. Mempertahankan sesuatu yang sudah tak tertarik padamu, menjaganya mati - matian hanya akan membuatmu kelelahan dengan emosi dan prasangka tak berkesudahan. Bila kamu hanya berpikir kamu mempertahankan apa yang kamu punya saat ini, kamu lupa, Tuhan mungkin menyiapkan yang lebih baik jika kamu berbesar hati melepaskan.

Aku, pasrah akan semuanya, bila pasanganku dulu meninggalkanku karena katanya tak dapat restu, aku melepaskannya pergi, tentu dengan sakit di hati, tapi ku relakan dia menjadi anak berbakti dengan menuruti perjodohan, bila ternyata alasannya bukan itu, aku tak peduli.
Seperti aku mencintainya tanpa ekspektasi dan pretensi, bersamanya saat itu merupakan sebuah hadiah di ujung hari bagiku, membayar kelelahanku bekerja dari pagi, dan menutup malam dengan senyum terkembang.

Segala kemudahan untuk kebersamaan adalah memang jalannya, bila sulit, maka bukan saatnya.
Percayalah, melepaskan adalah sebuah kelegaan untuk harga dirimu, melepaskan membangkitkan percaya dirimu, melepaskan membahagiakan emosimu, dan melepaskan bukan berarti kekalahan.

Saturday 25 February 2017

Shit Happens

Ketika kamu belajar dan merasa menguasai semua materi pelajaran dengan baik, tapi nilai akhirmu hanya mentok di C.

Ketika kamu dalam sebuah LDR dan kamu rela pindah kota demi mendekatinya, tapi begitu dekat, putus.

Ketika kamu berusaha move on, tapi mantanmu masih tak bisa lepas, begitu kamu mau memberikan kesempatan kedua, mantanmu punya pacar baru.

Ketika kamu mencoba serius dalam hubungan, merasa dia yang terbaik, tapi kamu tak dapat restu karena beda suku.

Ketika kamu buka hati baru, mencobanya pelan - pelan, tanpa kamu tahu, gebetanmu sedang menyiapkan pernikahan.

Ketika hanya kamu yang selalu datang sendiri ke setiap undangan.

Ketika kamu harus pandai mengatur waktu kumpul dengan teman - teman, karena mereka masing - masing punya pasangan.

Ketika kamu bersedia menunggu bertahun - tahun, demi cinta dan berharap jodoh, kemudian bukan kamu yang duduk di sampingnya di depan penghulu.

Ketika merasa performa kerja maksimal, tapi karirmu selalu di bawah kaki senior.

Ketika kamu mencintainya dan kamu hanya dianggap teman.

Ketika mencoba lari dari kenyataan tapi kemudian jadi penyakitan.

Ketika memulai hidup baru tapi malah jadi jauh lebih berantakan.

Ketika pertemanan berjalan, lalu merasa ada persaingan, dan berakhir dengan bermusuhan.

Ketika kamu mencoba membuka hati untuk jatuh cinta tapi salah jalan.

Ketika semua orang mendikte yang kamu lakukan tidak benar.

Ketika orang - orang bertukar cerita tentangmu diam - diam dan melebih - lebihkan.

Ketika semua orang menjauhimu seolah kamu penyakitan dan menular.

Ketika teman yang kamu percaya, sudah tak bisa diajak bicara.

Ketika kamu hanya sendiri dan berharap untuk bisa segera pergi.

Ketika kamu tahu bahwa semua ini tentang hidup yang harus dijalani.

Wednesday 22 February 2017

Teman yang

Aku, seorang teman dari beberapa orang,
Bisa sekedar hanya kenal, hanya bicara seperlunya, teman dekat atau teman yang sudah seperti bagian dari diri mereka sendiri.
Aku teman yang selalu ada kapanpun aku bisa untuk mereka ajak jalan.
Aku teman yang perhatian, mungkin posesif karena ingin selalu tahu keberadaannya dalam keadaaan aman.
Aku teman yang juga dicari pada saat mereka membutuhkan, hanya sekedar mendengarkan curhatan atau memang itulah teman.
Aku teman yang menyebalkan, bicaraku akan apa adanya dan kadang menyakitkan.
Aku teman yang bukan hanya selalu akan membalas responnya di sosial media.
Aku teman yang tak akan meninggalkannya saat mereka dalam masalah.
Aku teman yang akan memarahi mereka bila mereka berbuat salah, tak peduli umurnya lebih tua dariku atau tidak.
Aku teman yang tidak menghakimi salah benarnya sikap mereka.
Aku seorang teman yang tak malu bicara dengannya kapanpun.
Aku teman yang tak hanya dalam hati dan pikiran.
Aku teman yang saling mendukung dan mendoakan.

Mungkin, karena aku teman sungguhan.

Jika

Jika kamu bertanya seberapa besar,
Jawabannya ini sudah terlalu besar.
Jika kamu ingin mengetahui seberapa dalam,
Aku takut kamu tak mampu mengukurnya dan kelelahan.
Jika kamu bertanya seberapa dekat,
Tolong jaga nafasmu agar tak tercekat.
Jika kamu penasaran tentang rasa,
Ku beri tahu campuran bahagia, luka, suka, tawa, duka dan kecewa, berujung lelah.
Jika kamu bertanya hati atau logika,
Aku memainkannya sama rata, tapi aku hampir gila.
Jika kamu bertanya samakah dengan yang sebelumnya?
Jawabku, tidak.
Jika kamu terbelalak dan berkata apa maksudku tidak? Apakah itu bukan cinta?
Mungkin, ini cinta dewasa.

Friday 17 February 2017

Kamu, Kau.

Padamu, kuucapkan selamat,
Ternyata kamu yang terlebih dulu mengucap akad.
Padamu, kuucapkan terima kasih,
Olehmu aku terlupa rasa sakit didahului lagi berjanji suci.
Padamu, kusampaikan, akhirnya kamu berani terikat oleh simpul yang terkuat.
Padamu, kukatakan, yang kau berikan lebih sakit dari melihatnya dalam upacara pernikahan.
Padamu, tulus aku mengucapkan, semoga kamu berbahagia.
Padamu, aku menegaskan, sakitku ini pelajaran, kau lanjutkan saja sakitmu yang tak berkesudahan, tak perlu kau cari bantuan.

Padamu, kamu dan kau, aku berterima kasih, mari lanjutkan hidup dengan penuh kebahagiaan.

Tuesday 14 February 2017

Gelombang Kedua

Dengan jarak yang kita punya,
Dengan rasa yang mulai sirna,
Dengan sapa yang telah terlupa,
Akankah kau berlaku sama,
Bila gelombang benci kembali pasang,
Bila suara caci semakin keras saling bersahutan,
Bila sumpah serapah tersebut di setiap ujung kata terucap,
Dan bila kau temukan fakta menyakitan.

Akankah kau masih membagikan bahagiamu dan menyediakan bahu dan telingamu?

Tuesday 7 February 2017

Pintu, Keliru, Kamu.

Pintu datang satu persatu,
Kadang bersamaan,
Tak pernah kubuka, sedikit ku tengok, lalu semua ku tinggal pergi.
Pikirku, aku tak akan betah, nanti.
Kemudian, satu pintu itu berani ku buka,
Pelan - pelan, gemboknya ku lap dulu, anak kunci ku beri doa dalam hati.
Masuk aku di dalamnya, indah, bahagia, penuh tawa.
Belum lama, pintu menyuruhku pergi, katanya tak layak aku di sini.
Aku menjerit di depannya, aku berteriak, aku menangis, aku kesakitan.

Kemudian pintu berkata "kamu keliru atau kamu coba lagi lain waktu".

Tuesday 31 January 2017

Asing

Rasanya seperti tak mengenalmu,
Sepertinya kau mulai di luar jangkauanku,
Tak ada sapa, apalagi cerita
Tersenyum pun kau terpaksa,
Ini apa?
Sisa kecewa atau kau mulai perlahan lupa,
Aku lebih suka kau kecewa,
Setidaknya masih ada rasa,
Setidaknya masih ingat walaupun hanya nama

Sunday 15 January 2017

Ceracau mimpi dan caci maki

Pernahkah kamu menonton film, dan kamu memetik banyak ilmu dari film tersebut.
Bagaimana cara memanusiakan manusia, bagaimana cara berkomunikasi dengan semesta, atau bagaimana cara menyembuhkan luka.
Saya tertarik untuk menonton sebuah film, yang ternyata film tersebut mendapatkan banyak penghargaan bergengsi, judulnya La La Land. Sebuah film musikal yang dengan menonton atau cuma mendengar lagu - lagunya, kamu dibuat jatuh cinta.
Film ini mengajarkan kita untuk terus berusaha mengejar mimpi, mempertahankan cinta dan idealisme. Kadang mimpi dan idealisme dikalahkan realita demi mempertahankan cinta, atau cinta sudah tak bisa bersama mengejar mimpi. Banyak yang membandingkan film ini dengan film lain yang sejenis, drama romantis melankolis dan tidak berakhir manis, tapi sayang film tersebut bukan film musikal. Jadi kalau mau dibandingkan, it is not really apple to apple.
Dari 2 jam lebih durasi film, apa yang membuat saya menitikkan air mata? Sebuah pelajaran yang saya petik sendiri, bahwa dalam hidup, kita boleh saja menjalani hidup tanpa berlari, tapi berusahalah untuk tetap mengejar mimpi.

Dalam hidup, bisa saja kamu melaluinya penuh caci maki, tapi menerima caci maki lebih baik daripada ikut menghakimi hidup lain.
Karena, yang sayang bisa jadi benci, yang benci akan semakin benci, dan yang benci mengajak teman untuk senakin membenci lagi.

Mencaci itu mudah, membenci dan menghakimi itu seperti menelan ludah, tapi siapkah bila kenyataan tak selamanya indah?

Monday 9 January 2017

Kunci Halaman

Ayo pulang!

Sebentar

Kenapa kau senang sekali bermain di halaman orang?

Tidak selalu

Apa karena rumputnya?

Ah, kau tahu juga pepatahnya

Kau tahu itu rumput import?

Benarkah? Pantas saja terlihat berbeda

Padahal rumput lokal juga tak kalah bagus, bila ditata dengan indah

Di halaman rumah yang mana?

Kau berpindah main di halaman rumah orang dengan mudahnya

Tidak selalu mudah

Apa yang punya rumah tahu?

Kadang ya, kadang tidak

Apakah hatimu juga mudah berpindah seperti itu?

Ah, kau mulai cari mati membahas hati saat aku sedang main begini

Kenapa tak bermain di halaman rumahmu sendiri?

Kamu tahu itu masih terkunci

Di mana kuncinya?

Tak tahu

Kau buang atau lupa tersimpan?

Terbuang atau dilupakan

Itu antara kau lakukan sengaja dan tidak

Kau tahu rasanya terluka

Kau bicara apa? Apa rumahmu baik-baik saja? Apa yang terluka?

Bodoh! aku bicara hati

Kau bilang aku cari mati bila membahasnya

Ya, dan semakin kau bertanya, namamu kuganti babik

Jadi kapan kau kembali?

Sebentar lagi

Kau sudah punya kunci?

Tidak, mungkin aku akan menunggu atau aku ganti pintu

Saturday 7 January 2017

Akankah? Katanya

Katanya cinta bisa dilihat dari tatapan mata,
Katanya bahagia bisa dilihat dari bagaimana caranya tertawa,
Katanya sayang itu seperti perasaan dimana kamu ingin melakukan apapun untuk melihatnya tersenyum ceria,
Katanya rindu itu diukur dari bagaimana usahanya untuk bertemu atau untuk menghubungimu,
Tapi akankah cinta itu masih ada ketika tatapanmu sudah tak sehangat dulu, tawamu tak sesering dulu,
Akankah sayang itu berubah menjadi rela berbagi kesakitan dan menggantikanmu menahan sakit,
Akankah rindu itu menjadi usahanya untuk tetap bersamamu, menjagamu, membersihkan muntahanmu atau kotoranmu, karena menyuapimu adalah hal biasa dan hidup tak selamanya semanis itu,
Akankah semua rasa itu tetap sama?
Akankah kamu?

Tuesday 3 January 2017

(Tak) Berlari

Selamat tahun baru!
Apa resolusimu di tahun ini? Terdengar klise memang, tapi kadang itu penting sebagai target, tak perlu berambisi, hanya perlu dilakukan penuh konsistensi, diiringi doa dan banyak keberuntungan. Punyaku tahun ini?
Tuhan tahu mauku apa.

Sore tadi aku bertemu teman lamaku, teman dari masa kami remaja, masa SMA, saat kami semua tak perlu memikirkan pekerjaan atau keluarga. Aku bertemu mereka, dan merasakan perbedaan. Bukan tentang bagaimana mereka memperlakukan aku, kami masih saling menyela seperti dulu. Tapi ini tentang hidup, entah aku yang jalan terlalu lambat atau mereka berlari begitu cepat, diantara mereka, aku tertinggal.

Akan kusampaikan padamu tentang pertanyaan klise disetiap pertemuan teman lama, atau arisan keluarga, atau basa basi yang sebetulnya bisa menyakitkan hati. Nah, bila teman - temanku sudah memasuki tahap pertanyaan ke 3 atau ke 4, aku belum mampu menjawab pertanyaan pertama, bahkan pertanyaan untuk  persiapan menuju tahap 1 pun, aku tak tahu harus menjawab apa.

Ini lucu, tahun terus bertambah, kehidupan semakin maju, teknologi semakin canggih, manusia semakin pintar tapi kenapa tolak ukur kehidupan seseorang bisa ditentukan oleh pertanyaan diserangkaian tahap itu.

Ah, aku mulai bosan dengan pertanyaannya, aku hanya akan diam, dan menjawab bila sudah bisa kubuktikan.
Aku akan ikut berlari seperti kalian dalam kehidupan, tunggu saja.