Monday 22 October 2018

Kembali Ke Sini

Kembali,
Maka akan kubuatkan secangkir kopi setiap pagi,
Tolong kembali,
Agar senyumku terkembang lagi dan pipi ini bersemu kemerahan berseri-seri,
Kembali,
Agar kita tak hanya hidup dalam mimpi,
Tanpamu hati terasa sepi,
Tolong kembali,
Dan kau tak akan pernah sendiri lagi,
Kembali,
Tolong kembali,
Aku menunggumu di sini.

Friday 19 October 2018

Satu Menemukanku

Aku berhenti mencarinya,
Setelah belasan tahun terpisah dan tak ada jejak mengarah.
Pagi ini dia menemukanku,
Mendung tak membuat kendur senyumku.
Rasanya tetap sama,
Saling bercanda dan mencela.

Kenanganku tentang anak lelaki kurus tinggi berambut ikal, dengan senyum mengulum karena tak mau memperlihatkan sebagian giginya yang hilang sudah berubah,
Dia sudah menjadi pria dewasa beranak dua.

Dia mengingatku, hal-hal remeh kami,
Dan kini sudah tak ada lagi beban,
Sudah kusampaikan,
Aku mencarinya,
Aku pernah menyukainya diam-diam,
Dan aku tak butuh jawaban,
Tuhan tak pernah main-main dengan jodoh dan kehidupan.

Wednesday 29 August 2018

Berapa? Banyak

Berapa banyak cangkir kopi yang harus kuhabiskan untuk merelakanmu pergi?

Berapa sering mata harus saling menatap untuk membuatmu diam dan menetap?

Berapa kali sehari ku harus selalu melempar canda agar membuatmu tertawa?

Berapa sering aku harus berdoa agar semua impianku denganmu menjadi nyata?

Hampa

Ini sebuah perasaan atau keadaan yang tidak bisa dijelaskan.
Kadang dia hilang tapi belakangan ini lebih sering muncul.
Pernah kubaca sebuah buku yang menceritakan seorang pria yang selalu melamun dan memainkan biola dengan nada yang sangat memilukan, menyayat hati setiap orang yang mendengarnya dan semakin lama pria itu semakin sering memainkan nada-nada sedih.
Kupikir, apa aku menderita sakit yang sama atau aku mengalami secuil masalah jiwa.

Bahagiaku cepat sirna,
Laraku menetap lebih lama,
Senyumku terkembang,
Tapi sebagian hatiku terguncang.

Semua terasa fana,
atau ini hanya isi kepalaku saja?

Tuesday 31 July 2018

Menemukan Rumah

Aku berani menyebutnya rumah,
Walaupun tak tampak meyakinkan di awal dan terletak di tengah hutan yang lebat.
Aku menemukan diri menggali untuk mengenalnya lebih dalam kemudian meringkuk bernyaman.

Sebuah bangunan yang terbagi menjadi beberapa bagian,
Dan setiap ruangannya siap kumasuki satu per satu dengan rasa ingin tahu.
Dia adalah perpustakaan terlengkap yang koleksi bukunya belum pernah kusentuh,
katalognya membuatku menganga, rasanya ingin kuserap semuanya seketika.
Ruang musiknya adalah sebuah studio megah kedap suara,
beribu koleksi piringan hitam tersusun rapi dengan alat pemutar musik yang terawat,
Membuatku betah ingin berlama - lama.
Sinema pribadinya adalah koleksi lama yang gemilang dan dokumenter,
Membuatku bertanya, berapa lama harus kuhabiskan waktu untuk menonton semuanya.
Aku bisa makan dengan tenang, dapurnya tak mengenal kata hewani apalagi babi.

Aku terus melangkah lebih dalam,
Dia seperti ensiklopedia bernyawa, melengkapi 1 kata yang kutahu dan akan kembali menjadi sebuah ilmu baru. 
Hidupnya terus bergerak, setengah dunia sudah dia pijak,
Kusebutkan sebuah lokasi yang hanya kudengar dari cerita fiksi, dia kembali dengan fakta dan info terkini.
Ruang tengahnya lebih hangat dari perapian,
berbicara dengannya tak bisa hanya ditemani dengan segelas kopi dan sepiring camilan,
Yang membuatku ingin terus berlanjut sepanjang waktu berjalan.

Melaju melalui lorong,
Kulihat beberapa lukisan yang menyiratkan gaya dan sebuah pandangan yang kuat,
Yang didapat melalui pengalaman dan dipelajari dengan penuh keyakinan.
Tak kutemukan satupun logo ketuhanan, dia telah lelah mencari dan diperintah oleh kepercayaan.

Taman belakangnya menggiringku pada sebuah pemandangan memikat,
Pantai dan laut biru yang belum tersentuh wisatawan,
Lalu kupastikan, itu adalah tempatku bermalasan.

Kurebahkan badan untuk beristirahat,
Kupandangi kamarnya lekat,
Aku merasa dekat,
Aku merasa nyaman,
Lebih dekat dari suara sebuah tarikan napas,
Lebih nyaman dari sebuah pelukan ketika kedinginan.

Aku akan tinggal di dalamnya,
Untuk saling membuat utuh,
Untuk selalu saling merasa penuh.




Wednesday 30 May 2018

Hadiah Untukku

Aku menghargai pemberian seseorang,
dan berusaha menangkap apa maksud dari itu.

Seseorang pernah memberiku jam tangan,
pikirku, dia ingin aku menunggu atau mungkin dia ingin aku tepat waktu.
Seseorang yang lain memberiku sepatu,
aku berharap dia akan menuntun langkahku atau setidaknya menemani setiap jejak yang kupilih.

Sweater tebal berwarna hitam adalah sebuah pemberian yang hangat,
rasanya seperti dia selalu ada untuk memelukku saat aku kedinginan,
walaupun akhirnya dia menggenggam tangan lain.
Pun kalung bermata giok yang menggantung di leherku saat itu,
adalah sebuah doa yang indah agar aku mampu mengatasi masa sulitku,
selain bahwa dia mengingatku disela kesibukannya.

Dan sebuah boneka besar,
Juga gelang batu hitam favoritnya,
Berpuluh - puluh cangkir kopi,
Makan malam romantis,
Ribuan obrolan dikala sepi,
Kencan yang menyenangkan,
dan masih banyak lagi,
dan aku berterima kasih.

Aku juga menghargai apapun yang kamu berikan,
pelajaran,
pengkhianatan,
perjuangan,
karena itu semua adalah pemberian,
hadiah dari Tuhan untukku melalui orang - orang,
yang menjadikanku seperti sekarang.

Terima kasih, Anumodana.

Monday 30 April 2018

Dasar!

Dasar Si Anak Nakal!
Suka sekali meminjam mainan diam-diam dan mencuri doa agar tak usah memulangkan mainan pinjaman. Jika punya satu akan cepat bosan, dan ingin yang lain sebagai selingan.

Dasar Si Anak Nakal!
Seringnya ia mematahkan mainan dambaan anak lain dan menurutnya itu bukan salahnya.
Jika mainannya bertahan lama, ia akan dihinggapi keresahan, bahkan ketakutan.

Dasar Si Anak Nakal!
Mau sampai kapan ia sadar bahwa masing-masing anak hanya boleh memiliki satu mainan kesayangan. Ia sudah di akhir antrian masih saja tetap mencari celah ingin mencoba yang lain bergantian.

Dasar Si Anak nakal!
Harus dipukul, mungkin dia baru mengerti.



Tuesday 24 April 2018

Sendiri

Ketika saatnya tiba,
Hanya aku dan kesendirianku,
Dan percakapan tiada henti antara aku dan pikiranku,
Dan imajinasi yang bergerak liar di antara kenyataan di depan mata.

Aku dan sendiriku dalam perayaan,
Merayakan kesendirian yang semakin lama terasa semakin semarak,
Mungkin perlu lebih berlama-lama menikmati pesta.

Aku dan sendiriku dalam pertengkaran hebat,
Saling mengutuk, saling mengumpat, meronta mengharap tawa dan bahagia.

Aku dan sendiriku dalam sebuah upacara khidmat,
Sunyi, sepi, berusaha saling menggenapi dalam posisi sempurna prosesi meditasi.

Aku dan sendiriku sama-sama berjuang, siapa lebih kuat.

Ketika saat itu tiba,
Yang kurasa hanya sebuah luka menganga, yang meminta lebih banyak airmata, dan kuisi tanpa henti seperti melepas dahaga.

Saat itu,
Sendiriku tertawa bangga,
Dia memimpin perolehan posisi di puncak utama, untuk sementara.

Friday 6 April 2018

Semua Aku

Mungkin ini egois,
Semua hanya tentang aku,
Aku yang sudah sulit bangun pagi tapi selalu ingin olahraga pagi lalu meditasi,
Aku yang selalu butuh kopi dan sehari mungkin saja bisa 3 kali,
Aku yang tak pernah bisa lepas dari radio dan menjadikan programnya sebagai patokan waktu,
Aku yang mencari pelarian pada film atau buku,
Aku yang menyukai senja dan senang memandangi lampu kota,
Aku yang bercita - cita ingin punya tato dan dapur dan salon dan semua hal yang disebut hobi,
Aku yang selalu suka pantai,
Aku yang terobsesi untuk menjaga waktu tidur dan ritual keseharianku,
Dan aku mencintai semua temanku yang mencintaiku sebagaimana adanya aku.

Ini tentang aku, rasanya aku tak perlu tahu tentang kamu,
Aku tak mau.

Wednesday 4 April 2018

Dinding Itu

Ada saatnya kamu tak harus selalu tangguh,
Merasa lemah bukan berarti payah.

Ada masanya ketika oleng kamu butuh berlabuh,
Bersandar untuk membuatmu kembali utuh.

Ada kalanya sebuah pertahanan bisa luruh,
Karena keluh atau karena tersentuh.

Akan ada suatu kesempatan di mana kamu merasa penuh dengan menatap matanya yang teduh dan berbenguk dalam sebuah peluk.

Dan semua itu tidaklah salah.

Thursday 29 March 2018

Masih ada satu?

Lagu itu terus berputar di kepalanya,
Setiap liriknya dicerna kata per kata,
Suaranya menyerap hangat terasa erat,
Seperti sebuah pelukan saat kedinginan,
Seperti bagian luar mug yang dipegangi bila dituangi kopi.

Semakin sering suaranya didengar,
Khayalannya semakin liar menjalar,
Hatinya membuncah seolah akan pecah,
Kupu - kupu berterbangan di perutnya meninggalkan geli dan senyum untuknya sendiri.

Suaranya menemani di setiap perjalanan,
Terdengar di sela - sela lamunan, di antara percakapan, atau samar - samar di balik permainan.

Digilainya pemilik suara itu,
Dipujanya sosok yang pernah dibuatnya saling menatap,
Diikutinya jejak kegiatan hariannya.
Kalau saja belum ada cincin di jarinya,
Dan belum ada bayi menggunakan nama belakangnya

Masih adakah satu?
Seorang seperti itu?

Wednesday 28 March 2018

Debu Abu

Rabu abu tahun lalu,
Ketika kamu menyampaikan doa dalam sendu,
Ketika kamu mengimani dan mencoba menahan nafsu,
Ketika kamu berada di titik terendah hidupmu dan aku dalam bayang semu.

Rabu abu tahun ini,
Sungguh aku tak peduli,
Kamu pernah membuatku hanyut tak bertepi,
Kini aku sibuk mengejar mimpi,
Dan bila pun kau mati atau hidup lebih lama lagi,
Kuharap damai menyertai.

Saturday 24 March 2018

Ada Aku dan Dia

Ada dia,
Ketika aku butuh, ketika aku ingin, ketika aku bisa.
Ada aku,
Ketika dia ada, ketika dia dekat, ketika dia sempat.
Dengan secangkir kopi hangat dan tatapan lekat,
Dengan senyum terkulum dan jari terpaut erat,
Dan obrolan panjang tentang hidup dan cita - cita dan mimpi dan berkeluarga.

Ada kalanya sebuah ide terlintas,
Aku mau berkata ya,
Ada kalanya hasil pemikiran pelik memberi pilihan,
Apakah aku mau berkorban untuk apa yang aku idamkan.

Ada dia,
Dalam hujan, dalam sepi, dalam mimpi,
Ada aku,
Dalam panas, dalam ramai, dalam sesak,
Dengan semua perbedaan dan keterbatasan,
Dengan rasa yang nyala tenggelam dalam keraguan,
Dan hadirnya yang kadang di luar perkiraan.

Aku dan dia,
Tak akan utuh, tak akan penuh.
Dia bertanya, aku menjawab,
Dalam waktu yang tidak tepat,
Aku yang masih mencari, dia yang masih terkunci.

Aku pergi tanpa menengok lagi,
Dia pamit dan itu tidaklah sulit.
Aku masih harus menyongsong mimpi,
Melihat matahari esok pagi.
Dan dia harus mengejar fajar,
Untuk mendengar sebuah kabar.

Sunday 11 March 2018

Gadis kecilku

Pukul 3 dini hari, di mana udara sedang dalam puncak terdingin, dia melihat gadis kecilnya tertidur di lantai rumah sakit hanya beralaskan selimut tipis. Gadis kecil kesayangannya telah menjelma menjadi seorang wanita dewasa, kuat  dan mandiri.
Anak gadisnya tidak cuma satu, dia mencintai semuanya dengan cara yang berbeda. Si gadis sulung dijaganya dalam bekerja, dibimbingnya di bisnis yang sama. Gadis nomor dua dibiarkannya berkelana karena dia percaya, dan gadis ketiganya yang penuh tawa, penuh perhatian dan kelembutannya bagaikan pelita.
Banyak selang membatasi geraknya, setiap gerakan tubuhnya memancarkan kekhawatiran dari semua anak gadisnya. Dia tak tahu apa sakitnya, kantuknya tak pernah tiba, terjaga pun penuh tanda tanya, dalam hati dia hanya bisa berdoa.
Gadis kecil pengelananya kembali, ia rela menghabiskan berjam-jam di jalan hanya untuk menjaganya tanpa cela.
Baginya, walaupun terlihat seperti wanita dewasa, ia tetaplah gadis kecilnya, yang diam-diam dia pernah mendengarnya terisak di kursi di samping ranjang rumah sakit, sekelibat terlihat rapuh, tapi kemudian ia bangkit dan tersenyum sambil bertanya "Bapak haus? Sebelah mana yang gatal, sini aku bantu garuk".

Wednesday 17 January 2018

Senyum Secangkir Kopi

Setelah memesan minumannya, dia duduk kemudian membuka laptopnya. Semakin kesini pilihan kopinya semakin menunjukan bahwa hari yang dijalaninya sungguhlah berat. Kopi hitam dengan sedikit campuran susu kental manis di gelas terpisah, tak jarang susu kental masihnya ditinggal utuh, pada saat orang pada umumnya membutuhkan kasur dan tidur. Matanya bersinar, senyumnya merekah dan rambut ikalnya terurai sedikit berantakan.

"Jangan kamu bahagia dulu, 
aku pernah menolak sebuah acara pertemuan yang mengundangmu di dalamnya.
Jangan kamu pupuk rumput harapanmu, 
karena aku akan memotongnya dengan mesin terbaru.
Jangan kamu lupa, 
kamu pernah mengiyakan sesuatu yang tidak-tidak, dan kubuat semua itu menjadi nyata, kuharap kau bisa tertawa bangga.
Tak perlu terbelalak, matamu tertutup ketika itu, ah aku lupa, mata dan hatimu saat itu.
Mungkin kamu tak tahu, luka itu meninggalkan trauma,
sampai sahabatku menawarkan terapi untuk menyembuhkannya.
Tolong jangan bermimpi dulu, kurasa kita tak bisa seperti dulu."

Sambil mengangkat cangkir kopinya yang sudah hampir kosong dan diiringi obrolan ringan dengan sahabatnya, dia menutup laptopnya setelah mengeklik tombol publish. Tampaknya harinya tak seberat pilihan kopinya karena tawanya terdengar semakin renyah diobrolan selanjutnya.

Saturday 13 January 2018

Kabarku (?)

Aku baik-baik saja,
Walaupun mungkin sudah pernah kukatakan berulang-ulang bahwa tahun lalu bukanlah tahun terbaikku, namun aku mampu menutupnya dengan senyum bahagia.
Seperti tahun dimana seorang anak sedang menghadapi ujian naik kelas, yang tak cukup hanya dengan lulus satu mata pelajaran saja. Aku harus menguasai semuanya dengan nilai diatas rata-rata.

Aku baik-baik saja,
Walaupun kadang hidup seperti sedang membangun sebuah kuil suci, adakala batu menimpa kaki, mata kelilip pasir, atau badan tersiram air,
Oleh rasa kecewa yang menjadikannya bukan hal luar biasa,
Dengan semua orang yang mencintaiku apa adanya dan yang membenciku seada-adanya.

Percayalah bahwa aku baik-baik saja,
Sebaik aku bisa tahu mana teman yang baik untukku, yang bisa selalu kusempatkan untuk bertemu,
Meskipun lingkaran pertemanan semakin mengerucut tak seperti dulu dan rasa percaya menjadi semu.

Apapun yang terjadi, jawabku akan selalu itu,
dengan air mata atau luka atau bahagia atau tawa atau kecewa atau duka atau jeda,
Aku baik-baik saja.