Tuesday 18 April 2017

Bebas

Kadang ide itu muncul, tapi tidak ada kesempatan untuk menuliskannya, atau kalaupun ada, potongan kalimat itu terlalu pendek untuk ditulis menjadi sebuah tulisan di blog, dan saya kadang terlalu malas mencari ide lain dan atau menyambungkannya. Kadang keinginan kuat untuk menulis panjang itu ada, tapi selalu ada saja distraksi yang lebih kuat dan lebih menarik, sehingga saya lupa, apa yang akan saya tulis tadi.

Saya ingin menulis banyak hal, berkomentar sesuka hati saya, tentang hidup, tentang tanggapan saya melihat interaksi manusia, tentang politik yang sedang ramai dibicarakan, tentang kantor lama, tentang kantor baru, tentang perasaan saya, tentang keluarga tapi kemudian saya berpikir lagi, perlukah saya tuliskan semua? Blog bukan jurnal harian pribadi, karena masih dapat ditelusuri oleh orang-orang yang membenci, ya walaupun itu sudah terkunci dan dibatasi.

Saya ingin menuliskan tentang kekecewaan, tapi saya tidak mau dikatakan sebagai penulis yang hanya produktif bila sakit hati. Kekecewaan itu berbekas, dalam, seperti sebuah luka yang kamu sembuhkan tapi tidak sempurna, meninggalkan jejak, menjadi keloid, menjadi bekas luka sepanjang masa.
Tak perlu dibahas lebih panjang, cukup dengan saya tutup semua akses sosial medianya, sehingga orang-orang yang membenci saya kehilangan sebuah pembahasan seru, yang bisa dibicarakan berminggu-minggu, yang selalu menarik dalam obrolan dengan rokok dan segelas kopi.

Saya ingin berkata, saya merasa lega, tidak harus selalu bermuka dua, pura - pura bahagia, menahan air mata, mendengar tawa yang yang semakin menambah luka. Ini hidup, harus berlanjut tak perlu berlarut - larut.  Saya selalu ingin berkata, bertemanlah bila kamu ingin berteman tanpa ada alasan lain, komentarlah jika kamu ingin berkomentar, atau bencilah sebisanya kamu membenci, dan mencintalah tanpa kamu kenal esok lusa.

No comments: