Sunday 4 December 2016

Sebuah Cerita

Hujan rintik - rintik membasahi Bandung sore itu, sebelum kembali ke perantauan, kusempatkan diri mengajak kakakku untuk minum kopi sebentar, sambil bertukar cerita tentang kondisi di rumah, gosip, dan tak lupa diselingi curhat.
Hangatnya kopi meresap sampai ke hati, kuteguk pelan - pelan, kunikmati dengan penuh penghayatan, walaupun itu cuma cappuccino, kopi pemula kalau kata orang kebanyakan. Kutemukan tulisan terbarumu, aku tertegun, kulepaskan cangkir ditanganku, kufokuskan pandanganku, tak jelas sudah apa yang dikatakan kakakku.
Jangan tanya perasaanku, membaca tulisanmu memberi ilustrasi jelas dan menyadarkanku, yang aku sendiri sudah tak mengerti aku ada dimana, mauku seperti apa, entah kapan ini berawal, posisiku selalu salah, menjadi tertuduh yang tak bisa mengeluh, yang tak bisa berbagi cerita karena aku menjaga rasa, melindungi janjinya dan menjadi rahasia yang membunuhku pelan - pelan.
Malam sebelumnya pernah kukatakan padamu, siapa aku ini, bukan seseorang yang bisa dia banggakan, bukan seseorang yang dapat diprioritaskan, tak memiliki apapun untuk dibandingkan, aku malu pada diriku.
Malam itu ditengah rintik hujan, dalam perjalanan panjang yang diawali beberapa lagu meditasi, aku menenangkan diri, berpikir ini harus diakhiri, ini harus disudahi, tak perlu air mata, tanpa perlu berbagi duka diiringi alkohol bercampur soda.
Tanpa kuceritakanpun, rupanya kamu tahu.

No comments: