Wednesday 17 January 2018

Senyum Secangkir Kopi

Setelah memesan minumannya, dia duduk kemudian membuka laptopnya. Semakin kesini pilihan kopinya semakin menunjukan bahwa hari yang dijalaninya sungguhlah berat. Kopi hitam dengan sedikit campuran susu kental manis di gelas terpisah, tak jarang susu kental masihnya ditinggal utuh, pada saat orang pada umumnya membutuhkan kasur dan tidur. Matanya bersinar, senyumnya merekah dan rambut ikalnya terurai sedikit berantakan.

"Jangan kamu bahagia dulu, 
aku pernah menolak sebuah acara pertemuan yang mengundangmu di dalamnya.
Jangan kamu pupuk rumput harapanmu, 
karena aku akan memotongnya dengan mesin terbaru.
Jangan kamu lupa, 
kamu pernah mengiyakan sesuatu yang tidak-tidak, dan kubuat semua itu menjadi nyata, kuharap kau bisa tertawa bangga.
Tak perlu terbelalak, matamu tertutup ketika itu, ah aku lupa, mata dan hatimu saat itu.
Mungkin kamu tak tahu, luka itu meninggalkan trauma,
sampai sahabatku menawarkan terapi untuk menyembuhkannya.
Tolong jangan bermimpi dulu, kurasa kita tak bisa seperti dulu."

Sambil mengangkat cangkir kopinya yang sudah hampir kosong dan diiringi obrolan ringan dengan sahabatnya, dia menutup laptopnya setelah mengeklik tombol publish. Tampaknya harinya tak seberat pilihan kopinya karena tawanya terdengar semakin renyah diobrolan selanjutnya.

No comments: