Semua terjadi begitu cepat sampai saya tak sempat menarik napas sejenak. Hantaman bertubi-tubi rasanya membuat hati semakin keras dan menguras kantong air mata. Perjalanan dari Jakarta ke Bandung seolah memberikan saya waktu untuk berganti peran. Orang - orang terdekat mungkin sudah paham, bila saya ke Bandung, saya akan menjadi orang yang berbeda, orang yang jarang memegang ponsel, baik itu untuk berkomunikasi atau pun hanya untuk update sosial media. Peran yang saya jalankan membuat saya menerima 2 komplain mengenai hal ini dari orang yang baru mengenal saya kemarin sore.
27 Februari 2020 lalu Bapak meninggal, tepat sebelum pandemi di Indonesia dan lockdown total. Sepanjang tahun 2020, karena pandemi dan hal lainnya saya semakin jarang pulang ke Bandung. Keluarga besar saya sudah mengecap saya sebagai anak durhaka yang lupa dengan orang tua. 15 bulan lebih 1 hari kemudian, Mamah menyusul Bapak. 28 Mei 2021 adalah hari di mana saya tidak memiliki orang tua lagi.
Masalah tidak hanya berasal dari saya yang dicap sebagai anak yang lupa akan orang tua saja, masalah lain bermunculan yang harus diselesaikan dengan benar dan dalam tempo secepatnya. Masalah yang tentu saja menyita perhatian, energi, materi dan hal - hal lainnya.
Semesta mengatur dengan caranya sendiri, ada kelahiran, kematian, tangis, tawa, perpisahan, pernikahan dan kebersamaan yang terjadi di keluarga kami dengan serentak. Saya menjalaninya sebagai sebuah tanggung jawab, anak terhadap orang tua, adik terhadap kakak, sebagai seorang kakak yang melindungi dan memastikan adik-adiknya dalam keadaan baik, sehat dan waras, dan tanggung jawab sebagai bagian dari keluarga.
Peran yang dijalani terkadang membuat saya meneteskan air mata, saya masih manusia. Saya tidak baik-baik saja, tapi tetap berusaha untuk menjalani semuanya dengan sebaik-baiknya.
Om tare tuttare ture soha
No comments:
Post a Comment