Besok adalah tepat 100 hari meninggalnya Bapak.
Rasanya seperti baru kemarin saya memeluk jasad Bapak untuk yang terakhir kalinya, atau sungguh saya tidak merasakan kehilangan karena saya masih memimpikannya hampir setiap malam.
Dalam mimpi, semua dalam keadaan sehat dan bahagia, walaupun saya kadang tersadar kalau saya sedang bermimpi, tapi saya menikmatinya. Ah sial, kenapa waktu menuliskan ini tiba-tiba saya berurai air mata. Padahal sebelumnya saya baik-baik saja, saya sedang mencoba mencari distraksi dari pekerjaan yang harus saya selesaikan.
Besok juga berarti kurang lebih 100 hari saya tidak pulang ke rumah.
Entah kenapa, ada sebagian kecil dari hati saya enggan untuk pulang. Enggan untuk menerima kenyataan kalau saya pulang, Bapak sudah tidak ada. Dan saya hanya akan bisa mengingat kenangan kami bersama sambil menangis.
Dalam mimpi, kami masih tinggal di rumah lama kami, di lingkungan di mana saya dibesarkan.
Dulu, waktu saya menceritakan mimpi saya ke Bapak tentang rumah di mimpi saya selalu saja rumah lama kami, Bapak bilang itu karena kami menghabiskan banyak waktu hidup kami di rumah itu, di lingkungan itu.
Besok juga berarti hampir 100 hari saya tidur dengan lampu menyala.
Setelah hari itu, ada beberapa peristiwa yang meninggalkan trauma dan membuat saya takut, bahkan saya takut untuk tidur. Bukan, bukan kematian Bapak yang meninggalkan trauma, tentu saja saya sedih, tapi ini hal lain dan peristiwa ini berkaitan.
Saya tidak tahu besok akan seperti apa, yang jelas, saya akan mendoakan Bapak, selalu.
Sudah 100 hari, sungguh waktu berputar terasa sangat cepat.
Semoga kita masih diberikan kesempatan hidup lebih lama lagi,
Semoga kita semua tetap sehat dan waras.
Namaste
No comments:
Post a Comment